Kampus Kelola Tambang: Inovasi atau Penyimpangan Pendidikan?


MutiaraUmat.com -- Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), Budi Djatmiko, mengungkapkan bahwa usulan agar universitas diberikan hak mengelola tambang berasal dari lembaganya. Usulan ini dirumuskan dalam dokumen berjudul “Usulan APTISI: Peta Jalan Pendidikan Bahagia Menuju Indonesia Emas 2045”. Dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, Budi menyatakan bahwa gagasan tersebut didasarkan pada fakta bahwa mayoritas tambang di Indonesia dikuasai pihak asing.

“Karena dikuasai asing, maka perguruan tinggi harus berpihak,” ujarnya. Menurutnya, bentuk keberpihakan tersebut dapat diwujudkan melalui kontribusi universitas dalam pengelolaan tambang. Ia mengusulkan agar perguruan tinggi mengembangkan program studi yang relevan dengan komoditas yang hendak dikelola (bbc.com, 21/01/2025).

Namun, mengelola bisnis pertambangan bukanlah hal yang sederhana. Dibutuhkan pemahaman mendalam dalam berbagai aspek, seperti regulasi, manajerial, etika, serta prinsip ekonomi dan lingkungan. Berikut beberapa aspek penting yang harus diperhatikan:

Pertama. Regulasi dan kepatuhan.
Perguruan tinggi harus memahami persyaratan perizinan, hukum pertambangan, serta regulasi lingkungan yang berlaku. Selain itu, universitas juga harus memastikan standar keselamatan dipenuhi, mengelola risiko operasional, serta meminimalkan dampak lingkungan melalui reklamasi dan pengelolaan limbah.

Kedua. Manajemen operasional.
Pengelolaan tambang mencakup perencanaan produksi, efisiensi operasional, dan manajemen sumber daya. Selain itu, penting untuk menyediakan pelatihan tenaga kerja, memastikan keselamatan kerja, serta mengelola keuangan dengan cermat, termasuk budgeting, analisis profitabilitas, serta pengelolaan risiko finansial.

Ketiga. Strategi dan kepemimpinan.
Tambang memerlukan strategi bisnis yang berkelanjutan serta adaptif terhadap perubahan. Kepemimpinan yang kuat sangat dibutuhkan untuk mengelola tim multidisiplin, membuat keputusan strategis, dan menghadapi tantangan kompleks dalam industri ini.

Keempat. Hubungan dengan pemangku kepentingan.
Universitas perlu menjalin hubungan dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, investor, dan masyarakat setempat. Selain itu, keterlibatan dalam asosiasi industri serta perolehan sertifikasi yang relevan juga diperlukan guna meningkatkan kredibilitas institusi.

Kelima. Pemahaman pasar dan negosiasi.
Pengelolaan tambang membutuhkan pemahaman terhadap dinamika pasar, fluktuasi harga komoditas, serta faktor global yang memengaruhi industri pertambangan. Kemampuan negosiasi dan pengelolaan kontrak dengan mitra bisnis juga menjadi aspek yang krusial.

Keenam. Manajemen risiko.
Dalam industri pertambangan, terdapat dua jenis risiko utama yaitu, risiko operasional, mencakup potensi kecelakaan kerja, bencana alam, serta gangguan operasional, dan risiko finansial, termasuk fluktuasi harga komoditas, nilai tukar mata uang, serta tantangan dalam pendanaan proyek.

Ketujuh. Etika dan tanggung jawab sosial.
Operasi tambang harus memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar serta mengelola potensi konflik yang mungkin muncul. Perguruan tinggi juga harus menjaga transparansi, integritas, dan etika bisnis dalam setiap pengambilan keputusan.

Kedelapan. Pengetahuan teknis.
Pemahaman teknis meliputi:
Geologi dan eksplorasi sumber daya mineral. Metode penambangan terbuka dan bawah tanah. Teknologi peralatan tambang dan manajemen operasional. Proses ekstraksi mineral dari bijih mentah hingga menjadi produk jadi.

Kesembilan. Teknologi dan keberlanjutan.
Universitas yang ingin terlibat dalam industri ini harus mampu mengadopsi teknologi mutakhir, seperti Internet of Things (IoT), big data, dan otomatisasi guna meningkatkan efisiensi serta keselamatan kerja. Selain itu, keberlanjutan harus menjadi prioritas melalui efisiensi energi, pengurangan emisi karbon, serta penggunaan teknologi ramah lingkungan.


Kampus dan Tambang: Menyimpang dari Esensi Pendidikan

Dari berbagai aspek yang telah dipaparkan, jelas bahwa pengelolaan tambang bukanlah hal yang mudah bagi universitas. Jika kampus berorientasi pada bisnis pertambangan, idealisme pendidikan sebagai wadah pencetak generasi unggul akan terkikis.

Sejatinya, kampus adalah tempat bagi mahasiswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan karakter yang kuat. Negara seharusnya menjamin pendidikan gratis bagi seluruh warganya, sehingga perguruan tinggi tidak perlu mencari sumber pendanaan tambahan melalui bisnis pertambangan.

Selain itu, pengelolaan tambang seharusnya menjadi tanggung jawab negara dan hasilnya harus digunakan untuk kepentingan rakyat. Privatisasi tambang, baik oleh swasta asing maupun dalam negeri, bertentangan dengan prinsip keadilan dalam distribusi sumber daya alam. Rasulullah bersabda, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Usulan agar universitas mengelola tambang mencerminkan pergeseran orientasi pendidikan yang semakin jauh dari nilai-nilai akademik. Jika perguruan tinggi lebih berfokus pada keuntungan bisnis daripada pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas, maka fungsi utamanya sebagai lembaga pendidikan akan terdistorsi.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Endah Sefria, S.E.
Aktivis Muslimah

0 Komentar