Aksi Tolak Pajak Damai, Pemerintah Abai


MutiaraUmat.com -- Mimpi-mimpi untuk maju telah terangkat, dari angan-angan masyarakat. Dikarenakan pajak yang mencuat, dengan alibi kebutuhan rakyat, dan tak ada solusi dari para aparat. Memanfaatkan segala sesuatu bertolak ukur manfaat, agar mulus nantinya jalan pejabat. Kenaikan PPN tetap dilakukan bukanlah hal yang sulit, ditambah lagi kelemahan aturan dan hukum dalam negeri ini yang tak berbuat mashalat bagi umat. 

Di akhir yang menjelang awal tahun ini, Indonesia tercinta dengan presiden terbarunya memberikan kebijakan bahwa PPN akan naik 1% pada 2025 nanti. Rakyat pun sudah beberapa kali menggelar aksi damai sebagaimana yang dilansir dari, Jakarta, (Beritasatu.com 21-12-2024). Petisi menolak PPN 12% yang digelar di istana negara, Jakarta Pusat, yang menolak kenaikan pajak. Peserta aksi berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga kelompok budaya jepang (wibu), korea (kpopers), dan Risyad Azhary selaku inisiator petisi tolak PPN 12%. Disisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato, menyebutkan program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Makan bergizi gratis dijadikan alibi atas kenaikan PPN menjadi 12%. Namun nyatanya, kenaikan PPN tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat. 

Dapat ditilik dari fakta-fakta di atas bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan pajak justru malah memberatkan rakyat dengan iming-iming menyetabilkan ekonomi. Tanpa pajak saja, rakyat sangat membutuhkan bantuan sosial ataupun subsidi PLN dan pemerintah atau oligarki, bisa bayangkan jika kedepannya pajak dinaikkan 1%. Penderitaan rakyat sudah tidak bisa dipungkiri.

Ini adalah potret bahwa penguasa zaman sekarang sangat memiliki otoriter penuh dalam menentukan kebijakan. Yang mana mereka sudah merasa cukup hanya dengan memberi bansos, subsidi PLN dan hanya menetapkan beberapa barang tertentu yang tidak terkena pajak. Bahkan, saking tidak pedulinya pemerintah terhadap penderitaan rakyat, aksi tolak pajak dari rakyat diabaikan begitu saja.

Sungguh kontras perbedaan dengan potret penguasa dalam negara Islam, yang mana penguasa adalah raa’in dan junnah bagi masyarakat. Bukan hanya memberikan makanan gratis yang bertolak ukur manfaat timbal balik, melainkan menjadi pertolongan pertama untuk masyarakat yang tidak bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokoknya, hingga kebutuhan yang nantinya bersifat layanan-layanan umum.

Untuk mewujudkan penguasa yang raa’in dan junnah, negara Islam juga menetapkan standar untuk menjadi penguasa sebagaimana 7 syarat in’iqad untuk khalifah Islam, Pemimpin tertinggi dalam negara Islam, pemimpin tertinggi dalam Islam. Negara Islam yang berlandaskan syariat Allah juga mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat. Juga tempat perlindungan bagi rakyat yang terkena ancaman dan siksaan. 

Penguasa dalam Islam wajib berorientasi untuk kesejahteraan rakyat dalam naungan negara Islam, hingga tiap-tiap individu pada negara Islam juga wajib terjamin kesejahteraannya. Gan penguasa juga wajib membuat aturan dan hukum yang di tabanni menyulitkan rakyat bahkan sampai membuat penderitaan rakyat tak terelakkan. Wallahu a’lam bishshawab. []


Keyra Princy
Santri Ideologis

0 Komentar