Ketika Global Berselebrasi Hari Anak Sedunia, Diskriminasi dan Ketidakadilan Menimpa Anak-Anak Palestina


MutiaraUmat.com -- Hari Anak Sedunia yang dirayakan pada 24 November setiap tahunnya, faktanya hanyalah selebrasi semu, jauh dari realitas yang ada. Hak hidup anak-anak Palestina terampas, mereka dalam kondisi darurat bahaya yang minim perlindungan. Diskriminasi dan ketidakadilan merenggut hak hidup mereka ditengah dunia menyuarakan hak hidup bagi anak-anak sedunia. 

Senyampang suara itu ada, itupun muncul dari rakyat atas nama kemanusiaan tanpa solusi nyata untuk menyelesaikan secara tuntas masalah anak-anak Palestina. Nasionalisme penyebab bungkamnya umat terhadap genosida Palestina. Pengkhianatan penguasa-penguasa muslim yang gagal memberikan pengaruh apapun terhadap entitas Yahudi ataupun Amerika untuk menghentikan perang. Umat menyaksikan ketundukan mereka kepada "Majikannya" (AS) secara langsung. Mereka bertindak dan menyatakan sikap hanya setelah berkonsultasi dengan Amerika. Mereka tidak berani ambil resiko untuk keluar dari batas-batasnya.

UNICEF (United Nations Internasional Children) 
menjadi organisasi penggagas Peringatan Hari Anak Sedunia, dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang kesejahteraan anak, serta mendorong tindakan global untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak. Sejak saat itu dipilihlah 20 November karena berkaitan dengan diadopsinya Konvensi Hak Anak yang merupakan kesepakatan internasional pertama yang secara komprehensif melindungi hak anak-anak yang faktanya tidak pernah ditanda tangani AS, bisa dipastikan dunia nir empati terhadap nasib dan masa depan anak-anak Palestina. 

Hari Anak Sedunia hanyalah kamuflase, menutupi kejahatan sadisme perang yang datang dari dunia yang diinisiasi oleh UNICEF. Ideologi kapitalisme yang mereka emban yang diprakarsai AS, menjadikan dunia lebih mementingkan aspek nafsu ekonomi dan kepentingan nasionalismenya daripada hak-hak anak Palestina. Selama penerapan sistem kapitalisme global, konflik perang terus dipelihara demi ambisi dan keserakahan negara-negara kapitalis terhadap negeri-negeri Muslim yang kaya minyak bumi. 

Oleh karenanya konflik Palestina yang dijajah Zionis akan terus dipelihara untuk meredam kebangkitan Islam. Entitas Yahudi akan terus mendapat dukungan dan memang sengaja di pelihara sebagai boneka Barat untuk menceraikan beraikan persatuan umat muslim serta menjadikan target anak-anak dan perempuan dengan tujuan untuk memusnahkan calon generasi Islam yang suatu hari kelak melawan hegemoni ideologi sekuler kapitalisme.

Kebrutalan terhadap anak-anak Palestina menyebabkan sekitar 17.000 anak tewas mengenaskan, lebih dari 10.000 orang dewasa dan anak-anak masih tertimbun dibawah reruntuhan beton bangunan. Hampir 26.000 mereka menjadi anak yatim-piatu. Hampir 41.600 orang terbunuh sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak. Lebih dari 96.200 orang terluka, lebih dari 22.500 mereka yang terluka mengalami cacat serius yang memerlukan proses rehabilitasi jangka panjang. Anak-anak di Gaza telah mengalami dampak fisiologis akibat kekerasan dan perampasan yang mereka alami. Mereka menyandang disabilitas dan ketakutan yang traumatik, makin mempengaruhi kesehatan mental mereka.

Sejak tanggal 07 Oktober 2023 hingga saat ini setidaknya 26.000 anak berakhir tanpa pengasuhan karena yatim-piatu. (Sumber: IMuNe, Muslimah News)

Tidak ada sistem yang mampu menjamin, melindungi dan menjaga hak-hak anak-anak sedunia selain dari Sistem Islam. Selama kurun waktu 13 abad, Sistem Islam mampu mencetak generasi-generasi terbaik pada masanya dan memenuhi hak anak-anak dengan sangat layak.


Sistem Islam

Anak merupakan aset berharga bagi negara dalam membangun peradaban gemilang. Sistem Islam memberikan perhatian penuh terhadap keberlangsungan hidup generasi hingga mereka harus terjaga keselamatan, kesejahteraan, kesehatan, pendidikan dan keamanannya. Khilafah akan melayakkan diri dalam pemenuhan kebutuhan anak dengan sangat baik. 

Kehadiran Khalifah yang memimpin Negara Khilafah sebagai junnah (perisai) bagi umat muslim akan mewujudkan persatuan hakiki. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai yang orang akan berperang di belakangnya dan digunakan sebagai tameng. Jika ia memerintahkan takwa kepada Allah Azza wa Jalla dan berlaku adil, ia akan mendapatkan pahala. Namun jika ia memerintahkan yang lain, ia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya." (HR. Bukhari dan Muslim).


Khatimah

Hikmah yang bisa kita petik dari Gaza adalah mempersiapkan umat dalam mengambil peran peradaban, menyiapkan generasi hingga menyiapkan diri agar makin militan dan kemelekatan dengan Islam. Tidak sekedar aksi nyata bentuk boikot produk, donasi, melainkan menyakini bahwa Islam memiliki peran sentral di dunia internasional. Memampukan setiap jiwa untuk panggilan jihad, berdakwah, panggilan untuk merubah sistem kufur ini karena kita adalah umat terbaik. Umat harus menyakini bahwa Islam selain memiliki pondasi yang kuat yakni keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, juga punya pandangan yang menyeluruh tentang seluruh kehidupan serta pandangan yang khas dengan standar yang tidak dimiliki oleh Barat. 

Standar halal haram, baik buruk, terpuji tercela sangat khas sekali yang digunakan untuk menilai masalah-masalah kehidupan, dunia dan mengatur tatanan dunia. Tantangan bagi umat hari ini untuk membumikan Al-Qur'an dengan sudut pandang yang khas dan mendunia.

Islam tidak sekadar dipandang sebagai agama, namun Islam dasar peletakkan peradaban besar. Saatnya umat ini berperan sebagai pemain bukan sekedar penonton ateu penggembira untuk menawarkan bahwa Islam mampu memberikan tatanan kehidupan, tatanan peradaban yang agung, tatanan bernegara bahkan tatanan hubungan internasional, bahkan bagaimana membangun generasi unggul yang berkepribadian Islam.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Kikin Fitriani
(Aktivis Muslimah)

0 Komentar