Bencana Alam Melanda, Islam Kaffah Solusinya
MutiaraUmat.com -- Seolah menjadi agenda rutin tiap tahun bahwa setiap Indonesia memasuki musim penghujan, bencana alam seperti banjir, tanah bergerak dan tanah longsor umum terjadi di berbagai daerah.
Salah satunya seperti bencana alam yang terjadi di sejumlah wilayah di Kabupaten Sukabumi. Banjir merendam puluhan rumah di Kampung Mariuk, Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi akibat dari hujan yang terjadi dua hari berturut-turut yang menyebabkan Sungai Cimandiri meluap. Di Desa Loji, Kecamatan Simpenan, tanah longsor dan pergerakan tanah berdampak pada rumah-rumah warga rusak dan sebagian tanah persawahan terkikis, membuat beberapa warga terpaksa mengungsi. Di Desa/Kecamatan Ciemas, tanah longsor membuat beberapa titik jalan utama terputus akibat longsor besar, menghambat akses transportasi. (detik.com, 08/12/2024)
Bencana Alam: Bukan Hanya Faktor Alam Semata
Memang, bencana alam yang terjadi merupakan sebuah takdir yang tidak bisa dihindari. Namun jangan lupa bahwa faktor penyebab bencana alam bukan terjadi hanya karena faktor alam semata. Aktivitas manusia juga turut andil berkontribusi memperparah bencana alam. Misal wilayah bantaran sungai yang memang harusnya menjadi tempat penampungan air hujan akhir-akhir ini banyak beralih fungsi menjadi pemukiman penduduk, sehingga wajar saat hujan datang, air akan kembali ke “rumahnya”, yaitu bantaran sungai.
Kemudian masifnya aktivitas deforestasi (kegiatan penebangan atau pengurangan luas hutan) di mana lahan hijau dialihfungsikan menjadi lahan pertanian dan permukiman menyebabkan hilangnya fungsi hutan sebagai penahan air dan pengikat tanah. Hal ini semakin diperparah oleh kondisi curah hujan yang tinggi. Terlebih aspek yang perlu diperhatikan adalah kurangnya infrastruktur mitigasi, sistem peringatan dini dan juga infrastruktur penanggulangan bencana yang masih belum optimal.
Kepemimpinan Sekuler versus Kepemimpinan Islam
Keputusan politik juga sangat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang diambil penguasa terkait bagaimana penanganan dan penanggulangan bencana alam. Saat ini, Indonesia diatur dengan menggunakan sistem kapitalisme yang berasas dari ideologi sekularisme (asas pemisahan agama dari semua aspek kehidupan). Sistem ini menuhankan materi dan mengabaikan syariat Allah Swt. Oleh karena itu, seringkali aturan yang diterbitkan dalam sistem sekularisme sarat akan kepentingan sang pembuat aturan. Pemimpin dalam sistem sekuler juga bersimbiosis mutualisme (hubungan saling menguntungkan) dengan para kapitalis (pemodal). Pemodal memberikan sejumlah keuntungan besar kepada pemimpin dengan timbal balik penguasa menerbitkan aturan dan undang-undang (UU) yang memudahkan pemodal menanam modal di berbagai sektor strategis, seperti perhutanan. Demi kepentingan para pemodal, hutan dieksploitasi secara berlebihan dengan dalih pembangunan untuk rakyat, padahal tidak sama sekali. Prinsip untung rugi dalam ekonomi kapitalis telah membuat kerusakan alam yang semakin parah.
Sungguh berbeda ketika alam diatur dengan kepemimpinan Islam. Di dalam Islam, segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak haram dikuasai oleh individu/korporat, seperti air (sumber mata air, laut beserta isinya), api (minyak, bahan bakar beserta turunannya), dan hutan (beserta isinya) (HR. Ibnu Majah). Semua sektor strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak haram dikuasai individu, melainkan wajib dikelola oleh negara untuk hasilnya dikembalikan kepada rakyat, contohnya kawasan hijau. Sehingga eksploitasi kawasan hijau tidak ada di dalam sistem Islam. Islam juga mengatur anggaran APBN khusus penanganan bencana. Negara mendapatkan pemasukan yang sangat besar yang didapat dari sumber-sumber pemasukan negara salah satunya dari hasil pengelolaan SDA yang secara syar’i wajib masuk ke kas negara (Baitul Mal). Sehingga sangat mudah bagi negara untuk memperbaiki infrastruktur mitigasi, membangun sistem peringatan dini, dan juga infrastruktur penanggulangan bencana. Negara juga akan sangat mudah menyelenggarakan tindakan preventif bencana (seperti revitalisasi sungai, membangun sistem peringatan dini) dan tindakan kuratif (seperti pembuatan jalur evakuasi saat bencana terjadi, pembangunan tempat pengungsian sementara, perbaikan fasilitas publik pasca bencana) karena negara mendapatkan anggaran yang berlimpah dari pos kepemilikan umum (milkiyyah al-ammah).
Namun kondisi ideal seperti yang disebutkan di atas akan sulit diwujudkan dalam sistem hari ini. Paradigma demokrasi kapitalisme sekuler telah menjadikan kepemimpinan tegak di atas kepentingan pemilik modal, bukan pada tuntunan agama (Islam). Dalam Islam, mitigasi tentu menjadi tanggung jawab penuh penguasa karena menyangkut fungsi kepemimpinannya sebagai pengurus (raa'in) dan pelindung (junnah) bagi umat, yang akan dipertanggungjawabkan kelak hingga di akhirat.
Sudah saatnya umat bersegera mewujudkan kepemimpinan Islam. Dimulai dengan aktivitas dakwah pemikiran yang bertarget memahamkan umat dengan akidah dan hukum-hukum Islam dengan pemahaman yang benar dan komprehensif. Hingga tergambar pada diri umat bahwa Islam adalah solusi seluruh problem kehidupan, sekaligus jalan keselamatan serta jalan untuk mendapatkan rida-Nya. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Cita Rida
Aktivis Dakwah
0 Komentar