Kebijakan Kapitalistik Penyebab Terjadinya Aksi Demo Mandi Susu
MutiaraUmat.com -- Ratusan pengusaha dan pengepul susu sapi, serta peternak sapi perah di Boyolali, Jawa Tengah, menggelar aksi stop impor susu pada hari Sabtu 9 November lalu. Akibat kebijakan impor, sekitar 30-50 ton liter susu di Boyolali harus terbuang per harinya pada sepekan terakhir.
Puluhan ton liter susu tersebut dibuang sebagai akibat pembatasan kuota pembelian oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Pihak IPS beralasan, pembatasan kuota pembelian berlaku pasca keluar kebijakan impor susu yang dilakukan pemerintah pusat.
Akibat pembatasan pembelian oleh sejumlah IPS tersebut, produksi susu sapi di Boyolali benar-benar merugi. Bila diasumsikan harga susu sapi segar Rp 8.000 per liter, maka kerugian mencapai Rp240-400 juta per hari. (Metronews.com, 10/11/2024)
Bentuk protes sempat diwarnai aksi “mandi susu” sejumlah peserta aksi. Selain itu, peserta aksi juga melakukan aksi simpatik membagi-bagikan susu segar gratis kepada warga. Aksi protes terakhir dilaksanakan dengan membuang susu segar secara beramai-ramai ke Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS) Winong Boyolali.
Banyak komentar warganet yang menyayangkan aksi tersebut karena dinilai mubazir. Mereka menilai lebih baik susu disedekahkan atau dibuat produk susu olahan. Namun bila kita lihat, efek impor susu ini tidak terjadi di Boyolali saja tapi juga di daerah penghasil susu sapi segar lainnya, yaitu di Pasuruan.
Bahkan kerugian yang mereka alami terjadi lebih dari sepekan ini. Aksi ini merupakan puncak kemarahan mereka karena tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk menyelesaikannya.
Indonesia Kekurangan Susu
Menurut data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), laju pertumbuhan produksi susu segar di dalam negeri hanya sebesar rata-rata 1 persen dalam enam tahun terakhir. Sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3 persen. Untuk itu pemerintah melakukan upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Namun dengan dalih kendala tingginya rasio biaya pakan dengan hasil produksi susu dan kurangnya lahan untuk budidaya sapi perah, pemerintah tidak berusaha serius meningkatkan produktivitas susu sapi dalam negeri. Pemerintah justru melakukan impor susu secara besar-besaran. Bahkan lebih dari 80% kebutuhan susu dalam negeri berasal dari impor. Data menunjukkan bahwa impor susu Indonesia meningkat sebesar 314.698 ton per tahun, atau 1,34% per tahun, dari 2012 hingga 2021.
Padahal sebagian besar susu dari impor itu berupa susu skim dan bubuk yang mudah pengirimannya namun kualitasnya berkurang dibandingkan kualitas susu asli. Itulah sebabnya susu skim harus ditambahkan berbagai zat gizi tambahan untuk meningkatkan kualitasnya. Lagi-lagi yang dirugikan rakyat sebagai konsumen karena harganya menjadi lebih mahal.
Impor Menjadi Solusi Dalam Sistem Kapitalisme
Impor seringkali dijadikan jalan pintas oleh pemerintah. Kondisi ini terjadi karena pemerintahan Indonesia bersifat kapitalistik, yaitu hanya mementingkan keuntungan, baik itu keuntungan pribadi penguasa, kelompoknya, bisnisnya, serta para kroninya, yaitu para pengusaha importir.
Mereka merayakan keuntungan besar atas setiap barang yang masuk ke Indonesia tanpa peduli sekaratnya industri dalam negeri. Inilah profil negara kapitalis yang hanya memikirkan keuntungan pribadi dan abai dalam mengurusi kemaslahatan rakyatnya.
Maka tidak heran jika pemerintah justru mengeluarkan aturan yang menguntungkan para pengusaha importir. Misalnya Permendag 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor yang salah satu isinya adalah relaksasi impor.
Pemerintah sebenarnya bisa menempuh cara lain, yaitu dengan solusi melindungi IPS dalam negeri. Salah satu poin utama perlindungan industri dalam negeri adalah revitalisasi industri dengan memberikan berbagai kemudahan untuk investasi. Sedangkan selama ini pemerintah justru membebani industri dalam negeri dengan berbagai pungutan, termasuk pajak, yang menjadikannya kalah bersaing dengan produk luar negeri.
Selain itu, pemerintah seharusnya menyetop impor dari luar negeri segera setelah mengetahui bahwa produk dalam negeri sudah mencukupi. Jadi tidak merugikan para pengusaha dalam negeri. Namun itu semua tidak dilakukan karena mempertimbangkan pendapatan cukai dari impor tersebut. Itulah watak asli kapitalisme, pemerintah hanya sebagai regulator bagi kepentingan para kapitalis.
Pandangan Islam
Berbeda dengan kapitalisme, Islam memiliki sudut pandang yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan pangan, termasuk susu. Negara berperan sentral dalam seluruh urusan rakyat. Islam mewajibkan negara Islam yaitu Khilafah untuk mengurusi umatnya. Hal ini sesuai dengan hadis, “Imam (khalifah) adalah ra’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Hal ini meniscayakan kehadiran negara dalam mengurus urusan rakyatnya dari hulu hingga hilir. Pada aspek produksi, negara akan menjamin ketersediaan pasokan berbasis produksi dalam negeri untuk konsumsi dan cadangan negara.
Dalam hal ini khilafah akan memberi anggaran khusus dari Baitul Mal untuk memproduksi susu berkualitas dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Langkah yang diambil bisa dengan perbaikan mutu genetik sapi perah, menyediakan pangan ternak yang berkualitas dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dengan memberikan pelatihan tentang penerapan budidaya yang tepat (Good Farming Practices). Khilafah juga akan memfasilitasi mesin-mesin pengolahan susu yang mumpuni.
Khilafah akan menyediakan lahan yang cukup untuk peternakan dan budidaya rumput yang berkualitas. Khilafah akan menjaga agar tidak ada lagi alih fungsi lahan peternakan dan pertanian sesuai kehendak korporasi, terlebih jika lahan tersebut masih produktif.
Pada aspek distribusi dan pemasarannya, negara akan mendistribusikannya ke seluruh negeri dan memastikan harga yang ditawarkan terjangkau oleh konsumen. Negara juga akan melarang penimbunan, riba, kartel, dan menegakkan sistem sanksi Islam yang menjerakan. Begitu pula pembangunan infrastruktur dalam rangka menunjang distribusi, dilakukan berdasarkan kemaslahatan rakyat, bukan korporasi.
Sedangkan untuk kebijakan impor, Khilafah akan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat. Jangan sampai produktivitas peternakan menurun dan rakyat dirugikan. Khilafah tidak akan melakukan kerjasama dagang dengan negara kafir harbi fi’lan, atau negara kafir yang telah jelas memusuhi kaum muslim, seperti AS, Cina, dan entitas z10n15 Yahudi.
Namun demikian, kebijakan impor hanya akan diambil jika situasi genting saja seperti saat paceklik. Hal ini karena kebijakan yang ditetapkan sudah mampu meningkatkan produktivitas susu sapi sehingga kebutuhan di dalam negeri akan terpenuhi.
Dengan demikian, seluruh kebijakan yang ditetapkan akan berfokus pada kemaslahatan umat. Insyaallah kesejahteraan dan keadilan akan terwujud dalam naungan Daulah Khilafah Islamiah. Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Kamilah Azizah
Aktivis Muslimah
0 Komentar