Benarkah Anak Sejahtera dengan Peringatan Hari Anak Internasional?
MutiaraUmat.com -- Tak ada makanan yang bisa digunakan untuk menganjal perut yang lapar. Tak ada selimut untuk melindungi tubuh dari kedinginan. Bahkan tubuhpun merasakan sakit yang berkepanjangan karena rumah sakit sudah tidak ditemukan.
Pernyataan di atas adalah sebagian dari kondisi anak-anak di Palestina, setelah satu tahun berlangsungnya genosida yang dilakukan Zionis Israel terhadap muslim Palestina. Kenapa dikatakan sebagian, karena belum cukup untuk menggambarkan kondisi yang sesungguhnya terjadi pada mereka. Kesedihan dan kepedihan mereka karena kehilangan orang-orang dicintainya. Kesedihan mereka karena tidak bisa lagi belajar di tempat amana dan nyaman, dan masih banyak lagi.
Padahal setiap tahunnya tepatnya tanggal 20 November selalu diperingati hari anak universal. yang awal kelahirnya pada tahun 1954
berkaitan dengan diadopsinya Konvensi Hak Anak. Konvensi ini merupakan kesepakatan internasional pertama yang secara komprehensif melindungi hak-hak anak. (Detik.com, 13/11/2024)
Namun, kenyataan yang terjadi dilapangan alih-alih anak-anak sedunia hidup nyaman dan terlindungi dengan adanya konvensi tersebut tapi justru mereka tetap merasakan ketidak nyamanan dan ketidak amanan. Seperti pelecehan seksual, bullying, kekerasaan dan lain sebagainya termasuk apa yang dirasakan oleh anak-anak Palestina hari ini.
Dari fakta yang kita dapati tentang kondisi sesungguhnya anak-anak diseluruh dunia, dapat kita ambil kesimpulan bahwa peringatan hari anak universal ini hanyalah kedok untuk menutupi ketidakpedulian dari lembaga internasional yaitu PBB terhadap nasib 2 milyar anak lebih, karena PBB adalah yang menginisiasi program peringatan anak internasional ini ada. Terlebih lebih apa yng terjadi pada anak-anak Palestina tidak hanya mereka mendapatkan kenyamanan dan keamanan bahkan hak untuk hidup saja telah dirampas oleh para Zionis laknatullah dalam program genosidanya.
Dan peristiwa yang memilukan ini hanya didiamkan oleh PBB juga pemimpin-pemimpin negeri muslim lainya. Inilah bentuk pengkhianatan para pemimpin negeri-negeri muslim terhadap saudaranya di Palestina, dan ini merupakan buah penerapan sistem kapitalisme. Nyata dalam setiap kebijakan yang diambil lebih mementingakan standar ekonomi dan jabatan sehingga mengabaikan keselamatan nyawa dan kesejahteraan hidup anak-anak wabil khusus di negeri-negeri yang terjadi peperangan.
Berbeda jauh dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam anak merupakan generasi penerus peradaban Islam, sehingga anak harus dibentuk menjadi generasi tangguh yang siap memimpin peradaban. Tentunya berbagai upaya dikerahkan untuk terbentuknya generasi tangguh tersebut. Maka negara dalam sistem Islam akan memperhatikan keseluruhannya, baik dari fasilitas hidup terkait kesehatan, pendidikan, kenyamanan tempat tinggal, keamanan dan sebagainya. Maupun dari sisi pemahaman tetkait akidah dan kepribadiannya. Karena pemimpin dalam Sistem Islam ibarat seorang penggembala. Sebagaiman yang termaktub dalam hadis mutafaq alaih.
Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dari Nabi shalallahu alaihi wasalam bersabda: “Semua orang dari kalian itu adalah pengembala dan semuanya akan ditanya perihal pengembalaannya. Seorang amir (pemimpin) adalah pengembala, seorang lelaki juga pengembala pada keluarga rumahnya, perempuan pun pengembala pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu semua orang dari kalian adalah pengembala dan semua saja akan ditanya perihal penggembalaannya. (Mutafaq alaih).
Sungguh hanya sistem Islam yang dapat menjamin keselamatan hidup, keamanan dan kesejahteraan kepada anak-anak calaon generasi penerus. Sehingga sangat layak sistem Islam ini diperjuangkan sampai tegak kembali dalam sebuah institusi kekhilafahan. Semoga keberadaannya tidak lama lagi akan segera kita jumpai.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Dewi Khoirul
Aktivis Muslimah
0 Komentar