Produk Rancu, Tersertifikasi Halal?

MutiaraUmat.com -- Sebagai seorang Muslim sudah seharusnya untuk menjalankan dan menaati perintah Allah serta meninggalkan larangannya, termasuk mengenai perkara halal haram yang itu menjadi prinsip bagi seorang Muslim dan tak bisa dipisahkan dari kehidupan. Tak bisa dimungkiri, Indonesia  merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Hal tersebut mengharuskan negara untuk menjamin kehalalan juga memberikan sertifikasi halal pada barang,makanan, dan minuman yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Baru-baru ini ramai mengenai video yang berisi tentang produk pangan yang mempunyai nama “tuyul”, “tuak”, “beer”, dan “wine” yang mendapatkan sertifikasi halal dari Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementrian Agama. Mengenai hal tersebut Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal (BPJPH) Mamat Slamet Burhanudin menegaskan beberapa hal yang berkaitan dengan hal tersebut. 

Pertama, beliau menyatakan bahwa persoalan tersebut berkaitan dengan penamaan produk, bukan soal kehalalan zat produknya. Artinya, masyarakat tidak perlu meragukan produk yang telah bersertifikasi halal yang terjamin kehalalannya. Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Ia juga menyatakan,mengenai penamaan produk halal sebenarnya sudah diatur oleh regulasi melalui SNI 99004: 2021 tentang persyaratan umum pangan halal. (Kumparan.com, 03/10/2024)

Miris, pasalnya produk-produk tersebut dianggap aman karena zatnya dianggap halal. Meskipun nama produk yang dicantumkan menunjukkan sesuatu yang tidak halal. Sehingga produk tersebut mendapatkan sertifikasi halal. Bahkan, dari pernyataan Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mamat Slamet Burhanudin tersebut menunjukkan bahwa negara melalui lembaga-lembaga yang seharusnya menjamin kehalalan suatu produk justru mempermudah untuk memberikan sertifikasi halal pada suatu produk.

Hal tersebut merupakan perkara yang lumrah dalam sistem yang diterapkan saat ini. Tak lain, adalah sistem kapitalisme yang mana dalam sistem ini tak mementingkan  perkara halal haram sehingga mudah bagi negara untuk memberikan sertifikasi halal. Nama tak jadi persoalan, asalkan zatnya halal. Padahal, persoalan mengenai nama produk juga merupakan hal yang penting. Karena dengan penamaan yang tidak jelas itu bisa menimbulkan kerancuan yang dapat membahayakan bagi kaum muslim.

Tak hanya itu, dalam sistem ini pun sertifikasi justru dijadikan sebagai ladang bisnis. Karena untuk mendapatkan sertifikasi halal bukanlah perkara yang mudah dan murah. Terlebih dengan adanya aturan batas waktu sertifikasi, itu semakin menguntungkan negara. Sebab dengan hal itu, masyarakat yang ingin mendapatkan sertifikasi halal harus segera mengurusnya dan jelas bahwa untuk mendapatkan sertifikasi tersebut membutuhkan biaya yang terbilang banyak. 
Hal tersebut terjadi karena sistem ini hanya ingin meraih keuntungan semata.

Dalam Islam, terkait persoalan halal haram suatu benda merupakan soal prinsip yang tak bisa ditoleril juga diremehkan. Sebab Allah telah memerintahkan kepada manusia supaya memakan makanan yang halal dan baik (QS. Al-Baqarah ayat 168). Dari ayat tersebut, perkara halal dan haram dalam islam merupakan perkara syariat yang mendasar. Mengenai kehalalan dan keharaman tentang benda maupun zat diatur oleh Islam. Negara Islam wajib menjamin akan kehalalan suatu benda atau zat yang dikonsumsi oleh rakyatnya. Karena negara adalah sebagai penanggung jawab serta pelindung bagi rakyat.

Oleh karena itu, perkara sertifikasi halal merupakan salah satu layanan yang diberikan oleh negara dengan biaya murah bahkan gratis. Negara tak bisa asal-asalan dalam memberikan sertifikasi halal pada suatu produk. Tetapi, negara harus memastikan kembali kehalalan dan kethoyyiban setiap benda, makanan, maupun minuman yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.

Hal tersebut dilakukan dengan cara menugaskan para qodhi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan ke pasar-pasar, gudang pangan, maupun pabrik di setiap harinya. Para qadhi tersebut bertugas untuk mengawasi produksi serta distribusi produk- produk yang ada, sehingga produk tersebut bisa dipastikan kehalalannya serta mecegah adanya kecurangan yang dilakukan. Wallahua’lam.


Oleh: Najma Fatiha Fauziyah
Aktivis Muslimah

0 Komentar