Pelarangan Cadar Terulang, Apakah cadar anti Pancasila?

MutiaraUmat.com -- Terulang kembali kisah pelarangan cadar kepada NAA salah satu peserta didik atau pelajar di salah satu SMP IT Salsabila Magfirah di Palembang.

Berdasarkan penjelasan ortu NAA, Kamis (19/09/2024), larangan ini muncul setelah anaknya naik ke kelas VIII, tidak didapati larangan tersebut sewaktu masuk sekolah setahun yang lalu.

Di Indonesia larangan memakai cadar pernah terjadi beberapa kali. Pertama, kasus pelarangan niqab atau cadar terjadi di Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pelarangan ini dikaitkan dengan radikalisme dan anti Pancasila, ini terjadi di bulan Maret 2018.

Tak berselang lama Universitas Ahmad Dahlan (UAD) juga ikut mendata mahasiswa yang memakai cadar. Meski tak sampai mengeluarkan, hanya melakukan pembinaan.

Setahun setelah itu yaitu tahun 2019 Menteri Agama Fachrul Razi sempat melarang penggunaan cadar dan celana cingkrang di kalangan ASN (Aparatur Sipil Negara), setelah menuai protes dari berbagai pihak, Menang kemudian memberi klarifikasi kalau dia enggak melarang. Hanya mengatakan cadar tidak ada hubungannya dengan ketakwaan.

Mirisnya pelarangan cadar tersebut justru berasal dari institusi agama. Dari kementerian agama, Universitas Islam hingga sekolah Islam terpadu. Patut kita bertanya mengapa ajaran agama Islam justru dirusak oleh institusi agama Islam itu sendiri. Walaupun kemenag bukan membawahi agama Islam saja, harusnya tetap melindungi ajaran agama yang diakui oleh bangsa dan negara ini yaitu agama Islam.

Harusnya institusi tersebut tidak melarang, apalagi latar belakang institusi tersebut adalah Islam. Khususnya sekolah SMP IT Salsabila Magfirah yang sudah memisahkan kelas antara laki-laki dan perempuan. Artinya, pihak sekolah memahami ajaran Islam.

Harusnya ajaran Islam yang mengatur masalah niqab atau cadar pun juga ditegakkan batas-batasnya. Tidak ada larangan memakai cadar di dalam Islam. Walaupun ada perbedaan pendapat dikalangan fuqaha, namun, mereka hanya berbeda pada hukum mubah hingga fardhu. Tidak ada yang mengharamkan.

Lalu, apa alasan universitas Islam Sunan Kalijaga, Kemenag, khususnya SMP IT Salsabila Magfirah melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah SWT dan RasulNya? Adakah tekanan dari pihak luar, atau ini bagian dari agenda global akan memerangi radikalisme dan anti Pancasila?

Jika bercadar anti Pancasila, berpakaian rok mini dan berbikini itu sesuai nilai Pancasilakah? Pasalnya pakaian itu tidak dilarang beredar di jalanan menghiasi pandangan laki-laki dan perempuan. Alhasil marak perzinahan.

Tuduhan terhadap setiap atribut Islam yang dikaitkan dengan terorisme hingga radikalisme adalah penistaan agama Islam terstruktur dan masif secara global. Harusnya umat Islam bersatu dan sadar bahwa apa yang dituduhkan barat dan antek-anteknya itu adalah bentuk pelecehan ajaran Islam yang mulia.

Sayangnya, umat Islam sendiri pemikiran dan akidahnya berada pada titik kritis yang membuatnya mengalami fase kebingungan antara benar dan salah dalam ajarannya sendiri. Sebagiannya justru tak mengenali ajaran agamanya sendiri.

Ini wajar terjadi disebabkan penjaga akidah umat Islam sudah hilang semenjak runtuhnya khilafah Islam tahun 1924. Sehingga, akidah umat Islam secara global hari ini terasuki oleh sekularisme, sosialisme dan sebagian ada yang bercampur animisme dinamisme.

Inilah fakta hari ini, di mana akidah umat berada diposisi yang mengkhawatirkan, darurat. Membutuhkan segera pertolongan agar selamat di dunia dan akhirat.

Penolong akidah umat hari ini tak lain dan tak bukan adalah khilafah Islam yang akan membersihkan akidah umat secara umum dari virus sekularisme, sosialisme dan sebagainya. Sehingga kemurnian akidahnya akan menjadikan setiap individu Muslim mampu menakar amal perbuatannya dengan benar sesuai panduan agamanya. Akhirnya secara berjamaah dengan adanya khilafah umat Islam akan mudah mencapai keselamatan hidup di dunia dan akhirat.

Termasuk di dalamnya dalam membuat kebijakan cadar tentunya negara tidak akan melarangnya. Karena menggunakan cadar termasuk bagian yang dibolehkan. Pelarangan pemakaian bisa dilakukan dalam perkara persaksian di pengadilan, pernikahan dan beberapa aktivitas yang sudah ada penunjukkannya dalam Islam.

Oleh: Heni Trinawati, S. Si
Analis Mutiara Umat Institute

0 Komentar