Kriminalitas di Kalangan Pemuda Berulang dan Makin Mengerikan, Mengapa?


MutiaraUmat.com -- Kriminalitas oleh pemuda terus berulang dan makin mengerikan. Seperti di Cianjur beberapa waktu lalu, lima belas orang diamankan polisi karena diduga hendak terlibat tawuran. Barang buktinya adalah satu bilah pisau, satu bilah golok dan kendaraan roda dua. (RRI.co.id., 22/9/2024)

Selain di Cianjur, kasus penangkapan salah satu anggota geng motor juga terjadi di Medan. Remaja yang masih dibawah umur berinisial WW mengaku sebagai anggota geng motor Mce_boys. Barang bukti yang ditemukan adalah satu celurit, satu parang berbentuk gergaji dan dua parang panjang (Tribun-Medan.com, 22/9/2024)

Di Boyolali juga diamankan tiga gengster yang terlibat tawuran. Dan masih banyak lagi tawuran-tawuran yang dilakukan remaja kita, tidak hanya dilakukan di satu daerah saja akan tetapi hampir di seluruh daerah di Indonesia. (detikjateng.com, 21/9/2024)


Kapitalisme Sumber Penyebabnya

Ada banyak faktor pemicu kenakalan remaja, termasuk tawuran. Dari faktor internal hingga eksternal. Faktor internal adalah krisis identitas dan kontrol diri yang lemah. 

Salah satu penyebab krisis identitas adalah ketiadaan tsaqofah Islam dan pemahaman akidah Islam yang mendalam. Akibatnya jati diri yang terbentuk seperti kapal yang terombang-ambing di lautan, tanpa tujuan yang jelas mereka akan melangkah. Mengakibatkan para pemeluknya melakukan hal-hal yang memicu adrenalin seperti tawuran dan kenakalan-kenakalan lainnya.

Sedangkan faktor eksternal bisa dipicu dari berbagai hal. Di antaranya adalah disfungsi keluarga, tekanan hidup/ ekonomi, lingkungan sekitar yang tidak baik (kegagalan pendidikan), media yang biasa ditonton setiap hari dan lemahnya hukum dan penegakannya. 

Namun hal mendasar yang mempengaruhi faktor internal dan eksternal adalah penerapan sistem sekuler kapitalis yang tidak memanusiakan manusia. Masalah yang timbul dari penerapan sistem tersebut sangat kompleks dan masuk ke segala ranah kehidupan. Mulai dari lingkungan yang tidak baik, pendidikan yang hanya berfokus pada nilai dan hasil, hingga merusak fungsi keluarga yang seharusnya menjadi pondasi utama setiap individu dalam memahami aqidah Islam.

Sistem ini menyebabkan disfungsi keluarga dengan cara mengubah pemikiran setiap individu agar terfokus pada pemenuhan ekonomi dan penuntasan kemiskinan saja.

Padahal keluarga adalah rumah pertama bagi setiap individu untuk mendapatkan pendidikan tepat dengan cara penanaman akidah yang kuat. Agar nantinya ketika anggota keluarga keluar rumah, ia mampu membentengi diri dari paham-paham dan pemikiran-pemikiran asing yang kiranya buruk dan merusak. Jika sebuah keluarga sudah abai akan pemenuhan dan pemantapan akidah, dapat dipastikan ia tidak akan mampu melawan berbagai pemikiran asing yang ia temui di luar rumah.

Sistem pendidikan ala kapitalisme juga berorientasi untuk mendapatkan materi saja. Belajar tinggi supaya mendapat kerja yang bergaji besar. Belajar tinggi hanya dengan tujuan supaya dapat mengubah ekonomi yang kurang mampu menjadi mampu. Tanpa memahami bahwa arti belajar adalah mengajarkan dan supaya bermanfaat untuk orang lain. Maka pada akhirnya, sistem pendidikan yang seperti ini akan jauh dari penanaman aqidah dan akhlak Islam. 

Akibatnya kepribadian yang terbentuk pada diri seorang pelajar adalah kepribadian ala kapitalis yaitu kepribadian yang hanya mencari materi tanpa tau apakah itu benar atau salah, apakah itu halal atau haram. 

Kenakalan ini juga didukung oleh lemahnya penegakan hukum dan sistem sanksi di negeri kita. Negara yang harusnya melindungi dan membentengi rakyatnya, lebih memilih memperjual belikan pemikiran untuk mendapatkan banyak keuntungan daripada harus melayani rakyatnya. Lebih memilih pemikiran asing masuk daripada membentuk generasi peradaban mulia di bawah bimbingan Islam. 

Hukum dalam sistem kapitalisme tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Hanya memenjarakan tanpa memberikan edukasi kepada para pelaku kejahatan. Yang pada akhirnya, hukum bisa diperjualbelikan, asalkan keuntungan masih memihak penguasa. 

Karena sikap negara dan sistem yang sama sekali tidak memanusiakan manusia inilah, banyak remaja kita yang menjadi generasi lemah, krisis identitas, dan ingin kuat hanya untuk unjuk gigi supaya diakui dihadapan lawan. Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme. Merusak pemikiran dan budaya, menjadikan negara abai terhadap tugas membentuk generasi berperadaban mulia malah menyia-nyiakan potensi besar pemudanya. Maka, masihkah mau diatur dengan sistem ini?


Pemuda dalam Islam

Berbeda dengan kapitalisme, Islam memandang bahwa pemuda adalah potensi yang sangat luar biasa bagi masa depan bangs. Negara sedemikian rupa menjadikan para pemudanya menjadi generasi emas. Dengan mendukung para pemuda menggali potensi, serta membersamai mereka dalam mengokohkan aqidah Islam. 

Pada masa kejayaan Islam, pemuda adalah ujung tombak peradaban. Banyak negara kafir yang takluk dibawah tangan pemuda Islam. Seperti sahabat Usamah bin Zaid yang pada saat itu berusia 18 tahun, telah memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar. Sa’ad bin Abi Waqqosh yang pertama kali melontarkan anak panah dijalan Allah, pada saat itu usianya adalah 17 tahun. Zaid bin Tsabit (penulis wahyu) pada usia 13 tahun mampu menguasai berbagai bahasa, sehingga menjadi penerjemah Rasululloh pada saat itu. Juga sultan Muhammad Al-Fatih yang pada usia 21 tahun menaklukan konstantinopel. Dan masih banyak lagi yang memiliki potensi dan prestasi tinggi untuk meninggikan agama Islam dan kaum Muslim.

Islam memiliki sistem pendidikan yang sempurna, dengan berasaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sistem ini menghasilkan generasi berkepribadian mulia, berakidah Islam yang kuat hingga mampu mencegah dirinya dan orang di sekitarnya menjadi pelaku kriminalitas. 

Islam juga memberikan lingkungan yang kondusif, dimulai dari keluarga, masyarakat maupun kebijakan negara, yang akan menumbuh suburkan ketakwaan individu dan masyarakat serta mendorong produktivitas pemuda. Sehingga para pemuda benar-benar mengenali dirinya dan potensinya. 

Dari sistem Islam ini juga lahir banyak generasi hebat, yang mengarahkan potensinya untuk berkarya dalam kebaikan, mengkaji Islam dan mendakwahkannya serta terlibat dalam perjuangan Islam.

Negara Islam akan membangun sistem yang menguatkan fungsi keluarga dengan menerapkan aturan yang menjamin kesejahteraan. Sistem ini juga menguatkan fungsi kontrol Masyarakat. Di bawah pimpinan khalifah yang adil, negara Islam memanusiakan manusia, rakyatnya terpimpin dengan baik dan sejahtera. Sebagaimana hadits nabi:

ÙƒُÙ„ُّÙƒُÙ…ْ رَاعٍ ÙˆَÙƒُÙ„ُّÙƒُÙ…ْ Ù…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ الْØ¥ِÙ…َامُ رَاعٍ ÙˆَÙ…َسْئُولٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ

Artinya : Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. (HR. Bukhari no. 844).

Di bawah kepemimpinan negara Islam lah, semua umat Muslim akan berjaya sesuai dengan potensi dan kemampuannya. Karena negara juga menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga, sehingga terwujud keluarga yang harmonis yang senantiasa memberikan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga dan memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitar. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Anisa N.S.
Aktivis Muslimah

0 Komentar