Polemik Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar
MutiaraUmat.com -- Presiden Joko Widodo resmi menandatangai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
Regulasi ini memperoleh kecaman dari publik lantaran terdapat satu pasal dalam poin pelayanan kesehatan reproduksi salah satunya ada penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar.
Sontak hal tersebut menuai kontroversi. Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan, "ini bentuk kebijakan yang sama sekali tidak bijak. Dengan menyediakan alat kontrasepsi seakan memberikan restu bagi pelajar kita untuk berhubungan bebas. Padahal di satu sisi kita ingin sebisa mungkin mencegah terjadinya hubungan seks di luar nikah bagi pelajar kita,” tutur Huda. (dpr.go.id [8/8])
Di tengah problematika dispensasi nikah yang semakin meningkat, kini pemerintah seolah memberi lampu hijau terhadap tindak perzinahan dengan berlindung dibalik kata seks aman.
Di mana letak nalar para pemangku kebijakan? Ketika adab dan moral masih menjadi PR besar dalam dunia pendidikan, pemerintah seolah memberi ruang bebas para remaja yang katanya penerus bangsa untuk berbuat brutal dan ugal-ugalan.
Liberal Makin Gencar
Kapitalisme dengan turunannya yang batil seperti liberalisme meniscayakan kehidupan yang bebas tanpa batas. Termasuk bebas bergaul tanpa aturan yang disyariatkan jelas membawa generasi pada kerusakan.
Menyolusi penyediaan alat kontrasepsi bagi permasalahan merebaknya seks bebas di kalangan remaja tentu bukan ide yang brilian. Negara hanya melihat sisi baik-buruknya saja, abai terhadap halal-haram. Meski diklaim aman dari sisi kesehatan, namun akan menghantarkan kepada perzinahan yang hukumnya jelas haram. Ini blunder! Aturan ini seakan meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang abai terhadap aturan agama dalam kehidupan.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih turut mengecam. Ia menilai hal tersebut tidak sejalan dengan amanat Pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. (mediaindonesia [4/8])
Benarkah tujuan pendidikan telah hilang tergerus zaman?
Tujuan Hakiki Pendidikan
Islam dengan sejarahnya yang gemilang, mampu melahirkan pemuda-pemuda pengukir tinta emas peradaban. Di awali dengan pendidikan pertama didapat haruslah bermula dari rumah. Ibu berperan sebagai madrasah pertama bagi anak-anak. Akidah dan tauhid adalah dua hal yang wajib ditanamkan dari sejak awal kehidupan. Tugas sekolah adalah mengukuhkan apa yang telah tertanam hingga itu menjadi akar yang mencengkram tanah, haruslah kuat.
Namun, pendidikan konvensional hari ini menjadikan pelajar menghamba pada nilai. Agama tidak dijadikan pondasi dalam mendidik pelajar. Sehingga pelajar muslim jauh dari Islam. Mereka tak akan sampai pada konsep peran pemuda sebagai tonggak peradaban bangsa dan agama. Maka tak heran, pendidikan sekuler menghasilkan generasi yang gersang akan iman, tidak mampu mengelola diri, bertindak semaunya, bahkan cenderung tak berakhlak.
Berbeda dengan Islam yang memiliki tujuan pendidikan hakiki yaitu melahirkan individu-individu yang bersyaksiyyah Islam (pola pikir dan pola sikap Islam). Penerapan sistem pendidikan Islam menyibukkan pelajar untuk haus akan ilmu. Waktunya seakan habis untuk belajar, menghafal Al-Qur'an, menggali potensi diri, berbakti pada orangtua. Tidak ada ruang untuk mereka bermain-main dengan dorongan syahwat. Sebab mereka telah ditanamkan akidah yang kokoh sehingga terbentuklah generasi Rabbani.
Islam akan menutup segala celah yang akan berkontribusi merusak generasi. Bukan memberi solusi dengan ngadi-ngadi. Sudah saatnya kita berpaling dari sistem saat ini, kembali pada Islam yang telah Allah jadikan sebagai solusi bagi setiap problematika umat Muslim.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Irna Purnamasari
Aktivis Muslimah
0 Komentar