Ekonomi Kreatif Bukan Solusi Tuntas untuk Meningkatkan Perekonomian

MutiaraUmat.com--Paska Pandemi Covid-19 dunia pariwisata menjadi salah satu sektor yang digenjot untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negeri ini.

Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendukung Badan Otoritas Pengelola Borobudur ( BOPB) melakukan kolaborasi dengan Muhammadiyah Center for Entrepreneurship and Business Incubator ( MCEBI ) yang akan melaksanakan Inkubasi Bisnis Berbasis Kompetisi bagi   pelaku ekonomi kreatif di Kawasan Borobudur.

Kegiatan Inkubasi Bisnis Berbasis kompetisi bagi pelaku ekraf ini sebagai upaya untuk penguatan Jejaring Desa Wisata (Jadesta) yang juga masuk sebagai nomine Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) di Destinasi Pariwisata Super Prioritas Borobudur.( travel.okezone.com/16/07/24)

Sandiaga Salahuddin Uno selaku Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menjelaskan bahwa pengembangan desa wisata yang menjadi salah satu program unggulan Kemenparekraf diharapkan menjadi lokomotif penggerak untuk pemulihan kondisi ekonomi serta sektor pariwisata.

Untuk pengembangan pariwisata, saat ini banyak daerah dipaksa untuk memiliki desa wisata yang fokus pada sektor pariwisata berbasis kearifan lokal, meskipun nyata memaksakan diri, akibatnya tidak sedikit desa wisata yang kemudian tidak berjalan. Dengan maraknya Desa Wisata ini juga membuka peluang bagi munculnya UMKM. 

 Pemerintah menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk program-program ekraf, baik pemerintah pusat maupun daerah, terutama di daerah yang memiiki Destinasi Pariwisata Super Prioritas. Baik untuk program Desa Wisata maupun untuk merangsang munculnya UMKM.

Kapitalisme sebagai sistem aturan yang diadopsi dan diterapkan  saat ini, menjadikan ekonomi menengah sebagai tumpuan. Hal demikian tersebut merupakan ciri khas kapitalisme. Rapuhnya ekonomi yang dijalankan oleh kapitalis kelas atas mengakibatkan terjadinya krisis ekonomi global. Namun, di tengah-tengah krisis ekonomi global hanya pelaku UMKM yang dianggap mampu bertahan, sehingga bagi negara yang menerapkan kapitalisme sektor UMKM menjadi _back-up_ untuk mempertahankan ekonominya.

Sesungguhnya, bertumpu pada UMKM hanyalah menjadi solusi sementara dari masalah ekonomi. UMKM tidak bisa dijadikan sandaran tetap dalam jangka waktu yang lama, karena sebesar apa pun peran UMKM, tetap bukan merupakan sektor strategis. UMKM bukan usaha hulu, melainkan hanya usaha hilir. Memang UMKM bisa menarik banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi pendapatan yang besar, namun UMKM akan senantiasa didikte oleh produsen hulu yang mayoritas dikuasai para pengusaha besar sebagai pemilik modal yang besar. Mirisnya, bahan dasar UMKM dipasok dari pengusaha hulu tersebut.

Negara yang menerapkan sistem kapitalisme,  keberadaannya hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator. Negara memberikan fasilitas dengan pelatihan, pinjaman, dan pendampingan. Namun, setelahnya, negara melepas dan membiarkan UMKM untuk berjuang dan berkembang sendiri. Terkait regulasi, negara mempertemukan UMKM dengan pengusaha kelas kakap. 

Berbeda dengan sistem Kapitalisme, Islam sebagai sistem kehidupan didalamnya mengatur juga persoalan ekonomi.
Sayangnya hari ini Islam hanya dikenal sebatas ajaran ruhiah yang hanya mengatur urusan ibadah mahdhah semata.

Islam menjadikan perekonian berbasis pada ekonomi riil,  yang ditopang oleh industri berat dan industri pengelolaan Sumber Daya Alam. Dengan demikian perekomian akan bisa melahirkan prinsip kemandirian. 
Industri berat yang dijalanksn negara ialah industri yang memproduksi mesin atau alat persenjataan, seperti senjata kimia, senjata biologi, serta produksi obat-obatan. Adapun industri pengelolaan Sumber Daya Alam semisal pengolahan minyak bumi, barang tambang, listrik, logam, dan lain lain adalah menjadi harta milik rakyat secara umum. Dengan kehadiran dua industri ini, negara mampu menyerap tenaga kerja rakyat dalam jumlah yang sangat besar.

Islam juga menetapkan kewajiban bagi Negara untuk menyediakan modal usaha dari baitulmal untuk rakyat yang membutuhkan. Modal yang  bisa berupa pemberian sebidang tanah mati ataupun pinjaman modal tanpa riba. Bagi rakyat yang tidak mampu bekerja atau tidak ada keluarga yang mampu menafkahinya, semisal cacat, tua renta, atau janda, negara menafkahi kebutuhannya secara langsung.

Pengaturan Islam yang demikian tidak akan berjalan tanpa penerapan sistem Islam yang komprehensif dan menyeluruh dalam naungan institusi negara yang dikenal sebagai Daulah Khilafah Islamiyah.

Oleh : Erlis Agustiana
Aktivis Muslimah 

0 Komentar