Pendangkalan Akidah Berkedok Toleransi Kebablasan dan Moderasi Beragama
MutiaraUmat.com -- Fenomena toleransi lompat pagar sudah menggejala saat ini. Apalagi mereka mulai cari panggung di bulan Ramadhan. Ada beberapa indikasi yang memperkuat aroma sinkretisme akibat toleransi kebablasan. Pertama, seruan non Islam (nonis) ikut berburu takjil yang seolah-olah membuat umat Islam harus berbalik berburu kue-kue perayaan hari raya umat lain, seperti kue bulan, padahal berbahan minyak babi. Hal itu mulai viral ketika viral video pendeta Marcel yang mengajak jemaatnya berburu takjil. Sampai pada akhirnya, pendeta Marcel yang menyeru jemaatnya war takjil diundang di Podcast Deddy Corbuzier bertajuk Log In yang dipandu Habib Jafar dan Onad dua hari yang lalu (Senin, 25 Maret 2024) di YouTube Deddy Corbuzier bertajuk Habib: Awas Nanti Paskah Kami Balas Kalian! Perang Takjil Jafar Onad.
Kedua, di Kulon Progo, DIY, istri Presiden Republik Indonesia keempat K.H. Gus Dur, Sinta Nuriyah berbuka bersama dengan umat lintas agama, di Kompleks Gereja Santa Maria Bunda Penasihat Baik Wates. Azan Maghrib pun bergema dari tempat ibadah penganut Katolik ini. Acara tersebut merupakan kolaborasi pihak gereja dengan program Safari Ramadan yang dibesut oleh Sinta Nuriyah (antaranews.com, 22/3/2024).
Ketiga, di Jakarta, Majelis Hukama Muslimin (MHM) kantor cabang Indonesia menggelar buka puasa bersama tokoh lintas agama dan penghayat kepercayaan. Bertajuk "Bhinneka Rasa, Satu Persaudaraan," mereka berharap kian kokohnya rasa persaudaraan dan toleransi umat beragama di Indonesia (viva.co.id, 22/3/2024).
Keempat, di Semarang, ratusan peserta dari berbagai komunitas agama dan kepercayaan di Jawa Tengah menghadiri buka bersama lintas iman di Masjid Nusrat Jahan milik Muslim Ahmadiyah. Fokus acaranya diskusi tentang moderasi keberagaman. Pun membahas akidah dan sejarah Ahmadiyah yang sering dituduh sesat (ahmadiyah.org, 25/3/2024).
Seolah-olah supaya disebut toleran harus bisa merayakan hari raya bersama. Ketika umat Islam beribadah puasa Ramadhan ataupun Idulfitri mereka ikut berkontribusi dan berpartisipasi. Namun, ketika mereka merayakan hari raya mereka, umat Islam harus ikut serta. Islam adalah agama yang paling toleran sebagaimana dalam surah Al-Kafirun ayat terakhir, lakumdinukum waliyadin. Toleransi adalah menghargai ibadah agama lain, bukan lalu latah ikut-ikutan budaya dan kebiasaan agama lain. Sekarang umat Islam jadi latah ikut merayakan hari raya agama lain bahkan ada yang ikut pawai Paskah kemarin. Inikah citra muslim toleran? Atau citra muslim moderat yang sedang digaungkan hari ini?
Menyoal Fenomena Toleransi Kebablasan dan Kampanye Moderasi Beragama
Atas dasar toleransi mereka mengajak umat Islam untuk berbalas toleransi ala mereka. Faktanya, ini bukan toleransi justru ini adalah pemaksaan terhadap umat Islam agar ikut-ikutan budaya mereka. Toleransi adalah menghargai dan membiarkan agama lain beribadah dengan keyakinannya, bukan malah sok-sokan mengikuti dan mengucapkan hari raya ibadah agama lain demi dianggap toleran dan tidak radikal. Inilah yang perlu diluruskan.
Justru, jika narasi moderasi beragama yang mencampuradukkan agama dengan dalil toleransi terus digaungkan, maka hal itu berpotensi mengganggu kerukunan beragama. Karena rukun dan damainya umat beragama cukup dengan saling menghormati dan menghargai keyakinan agama lain bukan latah ikut-ikutan perayaan agama lain. Makna toleransi adalah menghargai ibadah masing-masing bukan mengajak umat agama lain untuk beribadah sesuai keyakinan agama lain. Dikhawatirkan ada upaya supaya kaum Muslim bebas menormalisasi indikasi-indikasi yang berpotensi memurtadkan kaum Muslim secara perlahan-lahan. Ada anggapan demi toleransi mereka mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil. Ada beberapa catatan terkait hal tersebut.
Pertama, sinkretisme. Seolah-olah ada upaya mencampuradukkan pemahaman kepercayaan atau aliran-aliran antara agama. Yang paling disasar adalah mencampuradukkan Islam dengan agama lain. Seperti azan dan shalawat di dalam gereja. Sebenarnya maksud mereka apa? Apakah ingin umat Islam mengundang mereka untuk menyanyi di masjid? Sebagaimana nonis war takjil, apakah mereka ingin di hari raya mereka, umat Islam rebutan kue-kue di perayaan mereka?
Kedua, pluralisme. Umat Islam dipaksa memiliki anggapan semua agama sama dan semua agama benar. Justru ini adalah pemahaman yang salah dan keliru. Pluralisme bisa menjebloskan pelakunya kepada kemusyrikan, karena meyakin banyak tuhan dan menganggapnya benar.
Ketiga, upaya liberalisasi dan sekularisasi umat Islam dengan dalil toleransi. Narasi toleransi yang hari ini sering disampaikan sebenarnya membawa misi terselubung yaitu upaya meliberalisasi dan membuat sekuler kaum muslim. Narasi tersebut mengkondisikan umat Islam agar hidup serba bebas dan suka-suka. Bebas cara merayakan hari raya, bahkan bisa merayakan hari raya lintas agama.
Keempat, upaya pendangkalan akidah hingga pemurtadan terselubung. Azan dan shalawat di gereja, perayaan hari raya bersama. Dicermati lebih lanjut, upaya pendangkalan akidah itu nyata terjadi saat ini, walhasil kesucian dan kesakralan ibadah ternodai karena hal tersebut. Kalau yang terjadi demikian, itu artinya ada upaya penyesatan dan pemurtadan lewat narasi "toleransi".
Kelima, kampanye moderasi beragama. Hari ini umat disuguhkan dengan kampanye moderasi beragama yang menormalisasi liberalisasi dan sekularisasi dengan topeng moderasi beragama. Seolah-olah lebih soft jika dianggap moderat, padahal moderat dan liberal itu saudara sepersusuan yang lahir dari rahim sekularisme. Parahnya, jika tidak mengambil jalan moderat, umat Islam akan dicap radikal, intoleran, hingga teroris. Sengaja Barat mengklasifikasi umat Islam supaya mudah dikenali dan dikendalikan ketika umat terpecah belah menjadi 4 golongan: Fundamental, tradisional, moderat, dan liberal.
Sebagai contoh, pemaksaan pemakaian atribut natal bagi karyawan muslim, jika tidak memakai dianggap tidak toleran dan mendapatkan tekanan dari atasannya. Berbalas mengucapkan selamat hari raya agama lain dengan dalil toleransi. Andai umat Islam latah mengucapkan selamat natal itu artinya umat Islam sedang memberikan pengakuan terhadap kelahiran tuhan yang diyakini agama lain. Dalam Islam tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah SWT. Oleh karena itu, tidak boleh umat Islam latah mengikuti tradisi dan budaya kaum kafir yang telah jelas itu bagian dari keyakinan mereka.
Inilah penting negara menjaga kemurnian dan kesucian Islam, sehingga tidak terjadi kerancuan atau campur baur antara hak dan batil. Dalam Islam telah jelas antara yang hak dan batil, hanya saja kurangnya pemahaman Islam membuat umat Islam tidak ada ubahnya dengan kaum kafir. Dalam KTP tertulis Muslim tetapi perilaku dan perbuatannya jauh dari syariat dan cenderung ikut-ikutan budaya dan pemikiran kaum kafir. Andai saja negara menjadi garda terdepan dalam menjaga akidah umat, tentu masalah-masalah seperti tidak ada dan tidak akan jadi polemik. Hanya saja fungsi negara sebagai penjaga akidah tidak bisa diwujudkan di negara sekuler seperti yang ada di negeri ini, tetapi bisa diwujudkan jika sebuah negara menerapkan syariat Islam secara sempurna, yakni Khilafah Islamiah.
Strategi Umat Islam Menghadapi Masifnya Upaya Pendangkalan Akidah
Banyak cara mereka lakukan untuk mendangkalkan akidah umat Islam. Hal tersebut ditunjukkan dengan masifnya mereka menjalankan program moderasi beragama. Mestinya tak membuat umat Islam berdiam diri. Apalagi bahaya yang ditimbulkannya telah mengintai umat Islam. Berikut strategi dalam menghadapinya:
Pertama, membina umat berdasarkan akidah murni dan lurus. Akidah kuat adalah benteng dari pemahaman sesat seperti pluralisme dan sejenisnya. Serta tak mudah goyah keyakinannya terhadap kebenaran syariat Allah SWT.
Kedua, meningkatkan pengetahuan Islam. Penguasaan Bahasa Arab, Ulumul Qur’an, Hadits, Ushul Fiqih, dan lain-lain akan menghindarkan umat dari pemahaman keliru, khususnya yang mengatasnamakan dalil syariat.
Ketiga, menggencarkan dakwah berbasis pergulatan pemikiran.
Dengan cara menjelaskan kebatilan moderasi beragama dan menggambarkan pemahaman yang sesuai syariat. Diharapkan umat memahami dan tidak terjebak pada ide batil ini. Tak lupa menunjukkan keburukan penerapan ideologi sekularisme saat ini sebagai induk problematika umat.
Keempat, penyampaian dakwah disertai upaya menyingkap hidden agenda. Umat mesti mengetahui di balik masifnya moderasi beragama, terdapat makar negara Barat dengan perpanjangan tangan beberapa kalangan umat Islam sendiri. Sehingga umat Islam tidak terlibat dalam upaya pecah-belah diri mereka.
Kelima, menumbuhkan kesadaran akan musuh bersama (common enemy). Kesalahan menetapkan musuh akan menyebabkan kesalahan bersikap terhadapnya. Perlu penegasan bahwa musuh bersama umat Islam adalah ideologi kapitalisme sekuler dan sosialisme komunis berikut ide turunannya.
Keenam, mengoptimalkan penggunaan seluruh media milik umat Islam untuk membendung moderasi beragama. Individu maupun komunitas Muslim sebagai pemilik dan pengelola media (media massa, media sosial) hendaknya bervisi dakwah dan menjadikan medianya sebagai sarana membendung semua pemikiran batil.
Ketujuh, melakukan sinergi dengan berbagai komponen umat Islam.
Bekerja sama dengan komponen umat yaitu tokoh Islam, aktivis gerakan Islam, ulama, ustaz, penggerak majelis taklim, intelektual Muslim, dan lain-lain untuk menolak program moderasi beragama.
Kedelapan, mendirikan pusat kajian keislaman yang memperkuat dakwah Islam kaffah. Hasil studi dan penelitiannya dipergunakan oleh kelompok Islam untuk memetakan dan merumuskan strategi terkini dalam memajukan umat serta menyelesaikan berbagai problem menghadang di depan jalan kebangkitan.
Kesembilan, menggencarkan dakwah dengan menyeru umat Islam kembali pada penerapan hukum Allah SWT. Secara teoretik dapat dikatakan bahwa penerapan hukum Allah secara kaffah hanya mungkin dilaksanakan dalam sistem khilafah islamiyah. Ini butuh kerja keras umat mewujudkannya mengingat telah lama kita menerapkan hukun Islam secara prasmanan.
Selain memahamkan urgensinya, juga menjelaskan tentang metode penegakannya. Keberadaan khilafah sekaligus akan menghilangkan eksistensi berbagai gagasan rusak dan merusak.
Demikianlah strategi menghadapi program moderasi Islam. Strategi dijalankan dengan konsepsi dan arah perubahan jelas, terarah dan terukur. Tujuan perubahan mesti jelas dan mengarah pada upaya melanjutkan kembali kehidupan Islam dengan menerapkan syariat Islam kafah. Semoga kejayaan Islam akan kembali hadir menjadi rahmat bagi seluruh alam. []
Oleh. Puspita Satyawati, S.Sos. (Pembina Mutiara Umat Institute) dan Ika Mawarningtyas, S.Pd. (Direktur Mutiara Umat Institute)
0 Komentar