Pajak THR Memberatkan Rakyat
MutiaraUmat.com -- Polemik Pajak THR
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam buku Cermat Pemotongan PPh Pasal 21/26 disebutkan bahwa perhitungan pajak penghasilan (PPh) pada bulan yang diterimanya THR dihitung berdasarkan dengan skema Tarif Efektif Rata-Rata (TER). Skema TER ini kemudian dibagi kembali menjadi Tarif Efektif Bulanan dan Harian. Lalu apa yang sebenarnya membedakan skema TER dengan skema sebelumnya. Hal ini digambarkan jika sebelumnya wajib pajak/pember kerja akan dikenakan dua kali perhitungan PPh untuk gaji dan PPh untuk THR. Sedangkan dengan penerima TER maka tarif PPh akan dikenakan setelah jumlah gaji dan jumlah THR yang diterima pekerja dijumlahkan dan dikalikan dengan tarif yang ada di tabel TER, maka tentu nantinya PPh yang akan dikenakan akan lebih besar karena dikalikan dengan jumlah gaji yang sudah ditambahkan dengan jumlah THR yang diterima. (tirto.id, 05/04/2024).
Kebijakan PPh pada Pasal 21/26 dinilai sangat membebani rakyat, sebagaimana disampaikan oleh Fajry Akbar selaku Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), menurutnya kebijakan baru ini akan membebani masyarakat karena THR yang semestinya adalah bonus bagi para pekerja justru dijadikan sebagai sasaran objek pajak. Pembebanan ini dikarenakan besarnya PPh yang dibayarkan kepada pemerintah lebih besar dibandingkan dengan metode semula, meskipun dikatakan bahwa akan ada penyesuaian di akhir tahun. (tirto.id, 05/04/2024).
Pajak Membebani Rakyat
Fakta adanya skema baru terkait pemotongan PPh bagi masyarakat sejatinya sangat membebani masyarakat, karena semakin berkurangnya besaran THR yang diterima masyarakat yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan terutama saat hari raya lebaran. Pembebanan terhadap rakyat atas pajak dengan skema TER dengan berbagai kategori Bulanan, mulai dari 0,25% sampai 33% sesuai dengan berapa banyak kepala yang menjadi tanggungan wajib pajak sungguh sangat besar. Pendapatan masyarakat yang tidak seberapa besar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun ternyata ada regulasi yang mengharuskan pemotongan pendapatan untuk membiayai kebutuhan negara.
Pajak sebagai Sumber Pemasukan Utama Negara Kapitalis
Sudah menjadi rahasia umum bahwa di sistem hari ini negara menggunakan sistem ekonomi yang berlandaskan kapitalisme. Sistem kapitalis berorientasi pada manfaat dan keuntungan materi melalui apapun itu caranya. Seperti tercermin dalam negara kita hari ini sistem ekonomi kapitalis yang digunakan untuk membangun negara menjadikan apapun cara diakukan untuk memenuhi kebutuhan negara termasuk dengan cara “memalak rakyat” dengan mekanisme pajak yang dibebankan hampir pada semua bidang.
Mekanisme negara ini yang gagal dalam mengatur dan mengelola kekayaan yang dimilikinya untuk mendapatkan pemasukan negara guna pembangunan maupun kegiatan operasional menjadikan masyarakat yang seharusnya diberikan pelayanan malah dijadikan sebagai objek untuk memberikan dana untuk negara. Kekayaan yang sangat berlimpah yang dimiliki negara ini hanya dikuasai oleh segelintir orang sehingga kekayaan hanya beredar dibeberapa orang tertentu, tidak diaturnya mengenai sistem kepemilikan menjadikan masyarakat miskin semakin miskin.
Negara ini yang sangat bertumpu pada pajak sebagai sumber pemasukan menjadikan sangat rusaknya mekanisme pemasukan negara dalam melayani rakyatnya. Bahkan semua sektor dibebani rakyat, termasuk THR yang seyogyanya adalah bonus yang diberikan kepada pekerja justru hari ini tidak lepas dari dijadikannya sebagai objek pajak. Artinya hari ini negara tidak mampu menjadikan usaha milik negara dan kekayaan yang dimiliki dari Sabang sampai Merauke untuk mencukupi kebutuhan negara.
Sungguh hal ini adalah wajar, karena kepemilikan bebasa dimiliki oleh siapa saja yang memiliki modal. Sehingga regulasi-regulasi yang dibuat sejatinya adalah demi kepentingan para pemilik modal. Sementara rakyat yang lemah politik bahkan bisa dikatakan buta politik kebanyakan tidak mengerti tentang kerusakan sistem hari ini. Anggaran Pendapatan dan Belanjar Negara yang bersumber dari “harta rakyat: digunakan untuk berbagai kebutuhan negara, mulai dari fasilitas sekolah, puskesmas, rumah sakit, jalan raya, kereta api, gaji ASN, hingga guru dan dokter. Semua itu bersumber dari harta rakyat, artinya pada dasarnya rakyat hari ini menghidupi kebutuhan hidup mereka sendiri dan harus menghidupi negara. Padahal dalam Islam negara atau pemimpin adalah pelayan bagi rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
الإِÙ…َامُ رَاعٍ Ùˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ
“Imam (khalifah) itu pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR Al-Bukhari dan Ahmad).
Kewajiban Negara untuk Mensejahterakan Rakyatnya
Negara dalam sistem Islam mewajibkan pemimpinnya untuk mensejahterakan rakyatnya. Dalam negara Islam atau yang disebut sebagai Daulah Khilafah Islamiyah mensejahterakan rakyatnya dengan memenuhi berbagai kebutuhan dasar rakyatnya baik individu maupun masyarakat, dan memberikannya secara gratis. Berbagai kebutuhan dasar tersebut adalah, kesehatan, keamanan, dan pendidikan, atau yang biasa disebut sebagai kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan.
Pemenuhan kebutuhan masyarakat yang diberikan secara gratis ini mungkin utnuk dilakukan oleh negara Islam Khilafah Islamiyah karena sistem politik dan ekonominya berlandaskan aturan Islam dari sang Khalik. Sumber pendapatan negara yang bersumber dari tiga sumber, yaitu; fa’I dan kharaj, pemilikan umum, dan sedekah.
Sumber pertama yang bersumber dari fa’I dan kharaj adalah sumber pendapatan negara yang diantaranya berasal dari ghanimah (harta dari rampasan perang), jizyah (pajak yang dikenakan kepada non-Muslim yang disesuaikan dengan kemampuan), dan lain sebagainya. Sumber kedua adalah pemilikan umum yang sumbernya dari berbagai energi dan kekayaan alam, seperti minyak, gas, pertambangan, laut, sungai, dan hutan. Dan sumber pendapatan ketiga adalah sedekah, seperti zakat mal dan perdagangan, zakat pertanian, atau zakat sapi dan kambing.
Semua sumber pendapatan negara yang sangat berlimpah akan memungkinkan negara Khilafah untuk memberikan segala kebutuhan dasar rakyatnya bahkan diberikan dengan gratis atau dengan harga yang murah. Tidak seperti negara hari ini yang justru menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama negara, yang dananya bersumber dari rakyat.
.
Wallahu a’lam. []
Oleh: Hemaridani
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar