Menjelang Hari Raya Daging Impor Merajalela
Mutiaraumat.com -- Sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, Indonesia membutuhkan pasokan makanan halal yang tidak sedikit. Apalagi menjelang hari raya, tentu ketersediaan makanan terutama daging haruslah memadai guna mencukupi kebutuhan. Salah satu jalan yang dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan daging rakyatnya adalah melalui impor.
Seperti yang diungkapkan oleh Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, bahwa Indonesia akan impor daging sebanyak 145.250,60 ton. Jumlah tersebut terdiri dari 145 ribu ton berbentuk daging beku yang diimpor dari Amerika Serikat dan New Zealand. Ditambah beberapa ratus ekor sapi hidup yang didatangkan langsung dari Australia. Hal itu dilakukan agar ketersediaan daging menjelang hari raya dapat terpenuhi (www.cnbcindonesia.com 19/03/2024).
Hingga saat ini, Indonesia belum bisa lepas dengan yang namanya barang impor. Termasuk bahan makanan. Bila ditelusuri lebih dalam hampir semua bahan makanan yang beredar di pasaran itu merupakan makanan impor. Mulai dari beras, sayuran, buah-buahan, daging, dan lain-lain.
Dengan alasan untuk menjaga stok makanan yang sudah ditetapkan, pemerintah memberi lampu hijau kepada para importir untuk mendatangkan berbagai makanan dari luar negeri.
Tanpa memikirkan nasib para peternak sapi yang ada di dalam negeri, pemerintah memberi solusi untuk impor daging menjelang hari raya. Seolah-olah impor daging itu satu-satunya jalan agar persediaan mencukupi demi untuk memenuhi permintaan rakyat yang begitu tinggi.
Negara sama sekali tidak punya kemandirian dalam hal ini. Dan ternyata, sistem kapitalis lah yang menghalangi negara ini untuk menjadi negara yang mandiri, terutama dalam hal makanan.
Padahal menurut ensiklopedia dunia, pada tahun 1970 Indonesia pernah menjadi negara pengekspor sapi dalam jumlah besar ke Hongkong. Indonesia pun pernah mengalami peningkatan jumlah sapi potong setiap tahun, mulai dari tahun 2009 yang berjumlah 12.758.858 ekor menjadi 17.050.006 pada tahun 2018. Hal itu menandakan jika saja Indonesia benar-benar serius dalam menangani masalah peternakan sapi, maka persediaan daging sapi akan memadai untuk dikonsumsi rakyat secara mandiri tanpa bergantung dengan impor.
Ternyata akar masalah dari banyaknya makanan impor, terutama daging yang membanjiri pasar dalam negeri saat ini adalah sistem kapitalis yang digunakan. Di mana sistem kapitalis itu lebih mengutamakan keuntungan semata daripada kemaslahatan rakyat. Negara benar-benar sedang berdagang dengan rakyatnya. Padahal daya beli masyarakat itu berbeda antara satu dan lainnya.
Bagi orang mampu, tentu tidak sulit untuk membeli daging sebanyak yang dia mau. Tapi bagaimana dengan orang yang tidak punya kemampuan untuk membeli daging? mengingat harga daging begitu mahal. Sejauh ini pemerintah belum memikirkan masalah tersebut.
Keadaan akan berbeda ketika menggunakan sistem Islam. Karena dalam Islam, negara wajib mandiri dalam semua aspek kehidupan termasuk masalah pangan. Negara wajib mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Negara akan selalu memberikan subsidi kepada peternak, baik peternak unggas, kerbau, kambing, maupun sapi.
Para peternak yang kurang modal atau tidak memiliki modal, akan diberi bantuan oleh negara. Karena negara punya kemampuan dan memiliki sumber dana yang berasal dari pos-pos yang memang sudah ditentukan dalam Islam.
Negara dengan sistem Islam pun akan menciptakan sebuah pasar yang benar-benar sehat dan kondusif guna menghilangkan keadaan yang menyebabkan distorsi pasar itu sendiri. Hal itu bisa mendatangkan ketenangan bagi rakyat ketika akan membeli kebutuhan hidup sehari-hari termasuk daging.
Jika pun negara akan melakukan impor, karena adanya kelangkaan pangan yang dimaksud, maka tetap akan mengutamakan kemaslahatan kaum muslim dan mengikuti aturan Islam. Kebijakan impor akan diambil oleh khalifah sebagai pemimpin kaum muslim bukan karena intervensi maupun keterikatan perjanjian internasional.
Status negara pengimpor akan menjadi perhatian, begitu juga dengan status hukum barang yang diimpor. Karena dalam Islam, negara wajib menyediakan bahan makanan yang halal dan thayyib.
Begitu seriusnya seorang pemimpin dengan sistem Islam dalam mengurusi rakyatnya. Karena seorang pemimpin/imam/ khalifah adalah raa'in (pengurus rakyat), dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyat yang dipimpinnya (HR. Bukhari, Muslim). Wallahu'alam bishshawwab.
Oleh: Yuli Juharini
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar