100 Tahun Pasca Keruntuhan Kekhalifahan Islam:Orang Pintar Berpikir Benar, Orang "Tidak Pintar" Berpikir Keliru
MutiaraUmat.com -- Hingga saat ini, setelah genap 100 tahun keruntuhan kekhalifahan Islam Turki Ustmani (3 Maret 1924), masih banyak orang yang berpikir keliru tentang khilafah sebagai bagian dari fikih siyasah. Ada yang menyebutnya khilafah sebagai ideologi seperti kapitalisme, komunisme dan Pancasila sehingga dihadap-hadapkan dan dibandingkan, ditandingkan sesuatu nomenklatur yang menurut saya tidak apple to apple.
Beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2020 ada acara seminar yang bertajuk: "Mewaspadai kebangkitan ideologi khilafah di tengah pandemi". Kegiatan seperti inilah yang berpotensi membuka peluang memecah belah anak bangsa. Sepengetahuan saya khilafah itu bukan ideologi. Khilafah adalah sistem pemerintahan sebagaimana sistem pemerintahan monarki, demokrasi, oligarki, aristokrasi dan okhlokrasi. Kitab-kitab fikih Islam membahas bab khilafah itu secara khusus. Jadi khilafah itu bagian dari ajaran Islam yang boleh dipelajari, dan boleh didakwahkan.
Menyatakan khilafah sebagai ajaran sesat, apalagi ajaran setan adalah salah satu bentuk penistaan agama yang memenuhi unsur delik sebagaimana diatur di dalam Pasal 156 a KUHP.
Forum apa pun yang membicarakan hukum kekhalifahan harusnya mau bersikap adil, undanglah MUI dan juga alim ulama lainnya yang memahami kedudukan hukum tentang khilafah sebagai ajaran Islam. Jika khilafah adalah ajaran Islam, dan Anda mengatakan bahwa khilafah bertentangan dengan Pancasila, lalu beranikah anda menyatakan bahwa Islam bertentangan dengan Pancasila?
Soal khilafah ajaran Islam itu belum dianggap sesuai dengan kemauan bangsa Indonesia itu tidak lantas menjadikan khilafah itu sebagai sesuatu yang buruk dan bertentangan dengan Pancasila dan harus diburu serta dinyatakan sebagai ajaran terlarang. Ini pemikiran yang absurd. Khilafah tidak bertentangan dengan Pancasila karena memang tidak bisa dibandingkan secara berhadap-hadapan dan bukan perbandingan yang bersifat apple to apple. Berpikirlah yang jernih dalam hal ini.
Anda mungkin akan mengatakan soal khilafah sebagai ajaran Islam karena tidak ada dalam Al-Qur'an sehingga tidak boleh ditegakkan, didakwahkan bahkan dipelajari. Pertanyaan saya, apakah semua ajaran Islam itu mesti harus secara detail disebut dan ada di Qur'an? Apakah sumber hukum Islam itu hanya Al-Qur'an? Bukan! Ada hadist, ada hasil Ijtihad para ulama yang lebih detail tertuang di dalam kitab-kitab madzab dalam bentuk fikih. Itu juga sumber hukum yang harus diperhatikan oleh umat Islam. Hukumnya bagaimana, kita bisa temukan di kitab-kitab tersebut.
Analog dengan pemikiran serupa, jika ada yang bersikukuh bahwa ajaran itu mesti ada di kitab Qur'an dan sumber hukum lainnya, maka coba kita lihat demokrasi itu ada di kitab mana? Adakah sistem pemerintahan demokrasi disebut dalam Al-Qur'an? Adakah dalam kitab-kitab fikih 4 madzab Hanafi, Hambali, Maliki dan Syafi'i? Atau kitab-kitab hasil ijtihad para alim ulama? Tunjukkan kepada saya! Saya bisa pastikan yang akan anda temukan adalah kitabnya Aristoteles, John Lock dan Montesque. Mereka ini siapa? Nabi-kah? Ulama-kah? Mujtahid-kah? Lalu, mengapa Anda mati-matian membela agar demokrasi Barat itu dijalankan di negeri yang notabene mayoritas penduduknya Muslim (87.19%)? Sadarkah kita bahwa sebenarnya kita sudah dijajah sistem luar berupa demokrasi Barat itu yang sebenarnya sudah ditentang para founding fathers ketika bicara tentang dasar negara?
Kita berharap negara ini tidak kekurangan orang pintar yang mampu berpikir jernih dan benar tapi terlalu berlebih orang yang berpikir dengan "tidak pintar" yang berpikir keliru. Hal ini disebabkan bernegara tidak cukup dengan ideologi indoktrinasi, tapi bernegara itu butuh berpikir dan bertindak berdasarkan pertimbangan akal sehat. Bagaimana, Anda masih mau mempertentangkan Khilafah dan Pancasila? Atau malah mau tetap menghadap-hadapkan antara agama Islam dengan Pancasila? Itu langkah mundur, bro and sis! Anda punya pendapat beda? Jadilah orang pintar berpikir benar, jangan biasakan berpikir keliru.
Tabik..!!! []
Semarang, Ahad: 03 Maret 2024
Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H.,M.Hum.
Pakar Hukum dan Masyarakat
0 Komentar