Kampanye Berkedok Bantuan Sosial, Benarkah?
MutiaraUmat.com -- Beberapa waktu belakangan berkembang narasi tidak lazim terkait penyaluran bansos oleh pemerintah karena dinilai berbagai pihak syarat dengan konflik kepentingan.
Sebagaimana yang telah diberitakan Kompas.tv (1/2) bahwa mendekati hari pemilihan umum anggaran bansos naik signifikan hingga puluhan triliun bahkan pemerintah saat ini membuat anggaran bansos lebih besar dari pada bansos pada saat pandemi covid-19 melanda negeri.
Kemudian mantan pimpinan KPK Laode M. Syarif dan mantan pimpinan KPK lainnya telah sepakat melontarkan kritikan bahwa pemerintahan Jokowi kurang dalam mengiplementasikan etika yang baik, tatanan moral yang bagus dalam bernegara dan berbangsa. Ia mengatakan dana bansos yang disalurkan mendekati pesta demokrasi Februari 2024 adalah bagian dari kampanye yang berkedok bantuan sosial, Ia juga menegaskan bahwa ini bukan murni bantuan sosial namun dekat dengan konflik kepentingan, dilansir dalam Metro TV (6/2).
Tidak bisa dimungkiri, saat ini politisasi bansos adalah hal yang wajar karena kepala negara menjadi bagian dari tim sukses pemenangan salah satu paslon. Karenanya, dalam sistem demokrasi hal demikian dianggap lumrah terjadi demi memuluskan jalan calon pemimpin baru yang tengah di usung pihak penguasa.
Semuanya bisa diatur sesuai dengan keinginan sang empunya jabatan. Begitulah realitanya hidup di alam demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan prilaku. Sistem ini mencampakkan aturan agama dalam kehidupan termasuk dalam hal berpolitik. Walhasil, aturan dibuat suka-suka dan secara serampangan.
Lihatlah, bagaimana rakyat menjadi pragmatis akibat jeratan kemiskinan. berpikir hanya sebatas 'asal perut kenyang'. Hal ini tentu menjadi peluang bagi para politisi untuk memanfaatkan suara rakyat. Terlebih sebagian besar rakyat awam dengan kesadaran politik. Hal itu membuat rakyat mudah termakan rayuan dan iming-imingan janji manis para calon penguasa. Begitulah saat kekuasaan diterapkan dalam sistem buatan manusia. Kesejahteraan menjadi langka dan sulit untuk didapatkan.
Kekuasaan Adalah Amanah
Di dalam Islam telah jauh-jauh hari Rasullullah mengingatkan dan menegaskan bagi pemimpin yang tidak amanah maka diharamkan baginya surga.
Kemudian dalam hadis yang lain Rasulullah berdoa, "Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia." (HR Muslim).
Dengan mencermati apa yang Allah janjikan dan Rasulullah katakan seharusnya cukup menjadi peringatan. Kekuasaan bukan untuk memperkaya diri, keluarga atau kelompok. Namun sebuah amanah yang harus ditunaikan dengan benar sesuai dengan aturan-Nya. Karena amanah maka akan ada pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak.
Islam sebagai agama yang sempurna tentu punya panduan lengkap dalam mengatur seluruh urusan kehidupan, termasuk perihal kepemimpinan. Islam tidak hanya menentukan kriteria calon pemimpin yang baik dan bertakwa. Namun juga menaruh perhatian pada sistem apa yang digunakan untuk mengurusi kehidupan dunia ini. Tentunya sistem terbaik adalah sistem yang berasal dari sang maha pencipta, sistem khilafah sebagai sistem negara di dalam Islam yang mampu menyejahterakan rakyat tanpa terkecuali. Ini telah dibuktikan dan dipraktikkan selama kurang lebih 14 abad sejak masa Rasulullah hingga Turki Ustmani. Ketika aturan Islam diterapkan dalam sebuah negara maka terwujudlah kekuasaan yang jujur, adil dan amanah. Itu semua manifestasi dari Islam rahmatan lil alamin. Wallahu a'lam bishshawab. []
Tenira Sawitri, S.Sos.
Analis Mutiara Umat Institute
0 Komentar