UIY: Umat Islam Harus Punya Agenda Sendiri
MutiaraUmat.com -- Mengamati dan merasakan fakta 5 hingga 10 tahun ini soal apa yang harus dilakukan umat ke depan, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto menjawab, “Saya kira umat Islam itu harus punya agenda sendiri," sebutnya pada YouTube Media Umat bertema Quo Vadis Umat 2024, (Ahad 7/1/2024).
“Apakah umat Islam tidak pernah berusaha untuk punya agenda?,” tanyanya. Kemudian ia menjawab, "Ada, ada banyak usaha yang kita bisa lihat seperti bentuk ikhtiar untuk umat Islam punya agenda. Melalui apa?” tanyanya lagi.
UIY mencontohkan, "Melalui sejumlah event atau forum , menurut saya ini yang paling monumental ketika waktu itu ada salah satu kongres umat Islam di Jakarta. Kongres umat Islam itu adalah forum sesungguhnya itu cukup ya, kalau kita tidak boleh bilang sangat legitimasi untuk mewakili apa yang disebut wajah umat Islam negeri Ini. Karena di situ terhimpun seluruh ormas, seluruh lembaga, pimpinan pesantren, pimpinan perguruan tinggi."
“Dan saya masih ingat kongres umat Islam di Jakarta tahun 2005 itu salah satu putusannya mengatakan bahwa syariat Islam itu sebagai solusi atas berbagai persoalan yang dialami oleh bangsa dan negara ini,” kisahnya.
Ia melanjutkan, lalu dibentuklah semacam tim kecil tim ad hoc. tim bekerja untuk menindaklanjuti putusan dari kongres umat Islam itu. Tetapi ia menyayangkan, kenapa hanya berhenti sampai di situ saja tidak ada kelanjutannya sampai kemudian sudah waktunya kongres pemuda berikutnya di Yogyakarta dan yang lainnya.
“Jadi akhirnya kongres itu menjadi sekadar seremonial 5 tahunan yang tidak punya makna apalagi punya impact terhadap perbaikan kondisi keadaan umat Islam yang menjadi penghuni mayoritas negeri ini,” tegasnya.
Kemudian, di situ peran besar Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu terlihat. Karena yang menggerakkan kongres itu adalah MUI. “Nah, ini hari saya melihat, peran itu seperti tidak ada lagi yang ada itu justru lembaga-lembaga kehormatan dipakai oleh kekuasaan untuk memukul umat,” sesalnya.
Coba bayangkan, UIY mengungkap ada ormas dibubarkan begitu saja secara semena-mena oleh kekuasaan tetapi hampir tiada pembelaan bahkan ada persetujuan dari ormas lain.
“Ini kan satu hal yang ironi mengapa? Karena sesalah-salahnya ormas itu dia masih Islam. Sementara di luaran sana itu ada banyak organisasi sekuler, baik dalam bentuk organisasi massa maupun organisasi politik. Yang jelas karena dia sekuler itu pasti tidak islami kenapa bukan itu yang menjadi perhatian dan karena itu telunjuknya tidak diarahkan kepada mereka kenapa harus kepada ormas Islam?” tegasnya.
Ia membeberkan, ini membuktikan bahwa alih-alih umat Islam itu, tidak mampu untuk melindungi dirinya sendiri. “Dan ini menurut saya adalah keadaan yang sangat-sangat menyedihkan!” sedihnya.
Jika begitu keadaannya, lanjutnya, maka jangan salahkan siapa-siapa kalau umat Islam terus menjadi objek. Sepanjang umat Islam menjadi objek malah umat Islam itu akan terus menjadi yang namanya objek itu.
"Kayak kita mau masuk ke rumah keset lah habis dipakai terus dibuang. Habis manis sepah dibuang. Dan itu yang terjadi dan celakanya itu semua akan terjadi karena ada endorsement dari tokoh-tokohnya," katanya.
“Entah itu cendekiawan muslim, ustaz, kiai, atau bahkan tokoh-tokoh besar umat ini untuk merelakan dirinya itu sekadar menjadi alat legitimasi terhadap pemanfaatan umat itu bagi kepentingan politik. Seolah-olah itu absah begitu, karena apa? Supaya tampak absah karena di situ ada dukungan dari tokoh umat,” pungkasnya. [] Titin Hanggasari
0 Komentar