Kebijakan Pertambangan, Nasib Rakyat Terabaikan
MutiaraUmat.com-- Di Indonesia, Pemerintah menyerahkan pengelolaan tambang kepada pihak swasta atau oligarki kapitalis. Melalui lahirnya UU Minerba 2020 dan UU Cipta Kerja 2022, semakin memudahkan para oligarki mendapatkan investasi sektor pertambangan.
Namun, lagi-lagi rakyat menjadi korban atas kebijakan tersebut. Masyarakat yang berada di lingkungan sekitar merasakan langsung dampak buruk stockpile (penimbunan) batu bara yang mengganggu kesehatan. Kerusakan lingkunganpun tidak dapat dihindarkan.
Seperti itulah apa yang terjadi pada warga di Kelurahan Waylunik, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung. Batu bara stockpile (penimbunan) menyebabkan sesak napas dan mata perih saat warga beraktivitas di luar rumah. Belum lagi debu-debu yang membuat kotor rumah-rumah penduduk.
Mirisnya, kondisi tersebut bahkan sudah berjalan lebih dari tujuh bulan yang lalu tanpa ada tanggung jawab dari pihak perusahaan.
Seperti yang kita ketahui bahwa di kawasan tersebut terdapat beberapa Perusahaan stockpile batu bara, namun hingga saat ini tidak ada titik solusi atas permasalahan yang menimpa masyarakat disana.
Dody Martalaga, Lurah Waylunik pun tidak dapat berbuat banyak, baik melarang apalagi menutup perusahaaan tersebut. Sementara itu, Direktur PT Sentral Mitra Energi, William Budiono, selaku perusahaan stockpile batu bara di kawasan Waylunik belum bisa dikonfirmasi terkait dampak debu batu bara terhadap kesehatan warga sekitar.
(https://news.republika.co.id, 23/12 2023).
Demikianlah kehidupan dalam sistem kapitalis. Negara begitu lemah dalam menyelesaikan berbagai problem yang timbul akibat kebijakan yang abai terhadap urusan rakyat. Negara dinilai lebih berpihak pada investor (perusahaan), terlebih saat menghadapi problem yang merugikan hak rakyat.
Negara selaku pihak yang memberikan izin bagi perusahaan, seharusnya mempertimbangkan dengan seksama dalam masalah Selanjutnya, pemberian izin ini menjadi masalah karena menghilangkan hak-hak masyarakat.
Ini adalah buah dari kebijakan pertambangan negara yang tidak memperhatikan lingkungan, dan tidak tegasnya negara dalam memberikan sanksi pada perusahaan yang terlibat.
Bahkan kadang negara justru berpihak pada perusahaan dan mengabaikan nasib rakyat. Akibatnya, rakyat menjadi korban kerakusan para oligarki kapitalis . Negara menjadi regulator yang membahayakan rakyatnya sendiri.
Dalam Islam, Segala sumber daya alam yang terkandung dapam perut bumi ini dapat dikelola negara dan dimanfaatkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran hidup seluruh umat manusia. Khususnya bahan tambang yang berlimpah sebagai kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang atau swasta.
Islam menempatkan kedaulatan di tangan syariat, karenanya islam mengharamkan negara bila menerbitkan peraturan perundang-undangan yang memindahtangankan kepemilikan umum menjadi milik individu ataupun korporasi.
Dalam HR Ibnu Majah bahwa kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yakni air, padang rumput, dan api, dan harganya adalah haram. Oleh karena itu, kepemilikan tambang haram diserahkan kepada individu atau korporasi.
Tentu hal ini berbeda dengan sistem demokrasi yang menyatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat. Sehingga lahirlah penetapan UU Minerba, UU Cipta Kerja, Permen ESDM No 11/2018, dan peraturan lainnya yang mengundang penderitaan dan musibah bagi manusia dan alam semesta.
Oleh karena itu, saat ini seluruh umat dan alam semesta sangat membutuhkan khilafah yang menerapkan syariat Islam kafah. Dimana negara sebagai pengurus dan pelindung bagi rakyatnya.
Dengan segala regulasi yang ditetapkan akan senantiasa memperhatikan dan mengutamakan kemaslahatan rakyat baik sektor pertambangan atau sektor ekonomi yang lainnya. Wallahu’alam bishshawab.[]
Oleh: Dewi Ratih
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar