Indonesia Mampu Memiliki Sistem Pertahanan yang Hebat
MutiaraUmat.com -- Menanggapi persoalan alat utama sistem senjata (alutsista) Tentara Nasional Indonesia yang tengah menjadi perbincangan pasca acara debat Capres Ahad lalu, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardana mengungkapkan, jika kekayaan SDA dikelola secara mandiri, maka negara akan mampu memiliki sistem pertahanan yang hebat.
"Negeri gemah ripah loh jinawi ini sekadar jadi penikmat remah-remah kekayaannya sendiri. Apabila kekayaan alam itu dikelola secara mandiri, anggaran negara tentu lebih dari cukup untuk membeli alutsista serta membangun sistem pertahanan yang hebat. Negara justru mengandalkan pemasukan dari pajak rakyat, surat utang dan investasi Asing," ujarnya dalam video yang berjudul Debat Panas Alutsista Bekas! Jadi Begini... di YouTube Justice Monitor, Senin (8/1/2024).
Ia menilai, jika APBN saja terlihat ringkih, bagaimana bisa negara menjadi negara maritim yang tangguh? Menurutnya, mestinya bukan anggaran yang menjadi persoalan negeri ini karena potensi kekayaannya besar.
"Kalaulah anggaran yang menjadi problem utama, bukankah negeri ini memiliki kekayaan yang membentang dari ujung Barat hingga ujung Timur Indonesia? Sayangnya, nilai kekayaan alam yang luar biasa itu berpotensi digadaikan dan diperjualbelikan di tangan kapitalis dan korporat Asing akibat menerapkan sistem ideologi kapitalisme dan liberalisme ekonomi," ungkapnya.
Ia menambahkan, bukan hanya sistem yang diterapkan, orang yang memimpin juga berpengaruh dalam membentuk negara yang hebat. Karena itu ia menyayangkan Menteri Pertahanan bertugas di luar tupoksinya, seperti mengurusi singkong untuk mewujudkan food estate. Ia mempertanyakan, jika begitu, bagaimana mau fokus membangun sistem pertahanan?
"Ini yang menjadi sebuah pertanyaan besar bahwa negeri ini harusnya menjadi negeri besar dengan pertahanan yang kuat dan ekonomi yang maju. Tapi semua tergantung pada sistem yang diterapkan dan orang yang memimpinnya," ungkapnya.
Membeli Alutsista dari Utang?
Ia melihat, minim peran negara dalam menyokong segala aspek yang dapat memperkuat sistem pertahanan negara. Ia menilai, pemerintah terkesan hanya fokus pada perbaikan ekonomi, sementara perbaikan militer dan kemaritiman dinomorduakan.
"Ada empat persoalan dalam alutsista di negeri ini. Pertama, pembelian alutsista di bawah standar. Pemerintah kerap memberi alutsista bekas dan harus boros dengan biaya perbaikannya. Kedua, pembelian alutsista bekas sulit mendukung transfer teknologi. Ketiga, pengadaan alutsista yang tidak diimbangi dengan kelengkapan peralatannya. Keempat, keterlibatan broker dalam pengadaan alutsista," ungkapnya.
Ia juga menyayangkan, kenaikan yang signifikan dalam biaya membeli alutsista terjadi dari utang luar negeri. Kenaikan signifikan terjadi pada belanja alutsista dari pinjaman luar negeri untuk periode 2022-2024 menjadi 25 miliar US Dollar setara dengan 385 triliun rupiah (kurs Rp15.400/USD) dari anggaran sebelumnya 20,75 miliar US Dollar yang disetujui sebelumnya. Dengan demikian, kenaikan yang terjadi sebesar 4 miliar US Dollar atau setara dengan 61,58 triliun rupiah.
"Agar menjawab kebutuhan masa depan, yang tak kalah urgent ialah perlu membenahi politik pertahanan dengan terlebih dahulu melihat kondisi alutsista yang ada, serta kesenjangan kebutuhan yang harus dipenuhi, termasuk skenario industri pertahanan dalam negeri," ujarnya.
Lebuh jauh ia mengatakan, semua industri Hankam dalam negeri saat ini harus bergerak dan mekar dengan berbagai order alutsista dari Kemenhan, sehingga tidak mengandalkan impor.
"Kurang cermatnya pemerintah dalam memperhatikan kebutuhan militer, menjadikan Indonesia menjadi sorotan tajam dari publik. Program dan kebijakan yang ada juga dinilai belum mendorong bagaimana negeri ini membangun sistem pertahanan yang disegani lawan maupun kawan," pungkasnya. []Tenira
0 Komentar