100 Hari Perang Gaza: Ada Pihak yang Ingin Kebenaran Tidak Terungkap
MutiaraUmat.com -- Banyaknya jurnalis yang gugur akibat dibunuh karena menjalankan tugasnya di Gaza, dinilai Jurnalis Joko Prasetyo sebagai indikasi adanya pihak yang menginginkan kebenaran tidak terungkap.
"Sebagaimana manusia lainnya, jurnalis juga tentu saja banyak yang meninggal dunia, tetapi banyaknya jurnalis dibunuh saat ataupun karena menjalankan tugas itu menunjukkan adanya pihak-pihak yang tidak menginginkan kebenaran terungkap di ruang publik. Makin banyak jurnalis dibunuh, maka makin banyak pula upaya menyembunyikan kejahatan," tuturnya kepada MutiaraUmat.com, (16 Januari 2024).
Diketahui, jumlah jurnalis yang dibunuh Zionis Yahudi saat meliput perang di Jalur Gaza amatlah banyak. Persatuan Jurnalis Rusia, misalnya, pada 16 Desember 2023 melaporkan 94 jurnalis tewas dari seluruh dunia di 2023, 68 di antaranya meninggal di Jalur Gaza. Sedangkan kantor media di dalam negeri Palestina sendiri melaporkan, per 18 Desember 2023, sebanyak 92 jurnalis meninggal dunia dibunuh Zionis Yahudi sejak Oktober 2023.
Sementara itu, dikutip dari detik.com (15/1/2024), Komite Perlindungan Jurnalis menyatakan setidaknya 82 jurnalis dan pekerja media, sebagian besar warga Palestina, telah terbunuh sejak dimulainya perang Israel-Hamas. Pengadilan Kriminal Internasional juga dikabarkan sedang menyelidiki potensi kejahatan terhadap jurnalis sejak pecahnya perang.
"Dari data tersebut dapat dipahami bahwa Zionis Yahudi merupakan pihak yang paling tidak menginginkan kebenaran terungkap, pihak yang paling tidak menginginkan kejahatannya dipublikasikan di ruang publik dunia," ujar Om Joy, sapaan akrabnya.
Menebar Hoaks
Selain itu, pihak-pihak yang membenci dan memusuhi Islam itu menurut Om Joy tidak memiliki argumen kuat yang dapat diterima akal sehat yang dapat dibenarkan, sehingga dengan terpaksa atau dengan senang hati mereka membuat berbagai konten hoaks untuk memfitnah Islam dan kaum Muslim.
"Tujuannya tentu saja agar ruang publik dipenuhi dengan wacana kebencian terhadap Islam. Orang-orang yang tidak dapat membedakan mana hoaks, mana bukan, diharapkan termakan hoaks, sehingga turut menjadi islamofobia juga," ungkapnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, entitas penjajah Zionis Yahudi termasuk pihak yang dengan sengaja dan senang hati menyebar hoaks, baik melalui media massa maupun media sosial. Melalui berbagai tokoh bayaran, influencer bayaran, dan buzzer bayaran. Tujuannya agar dunia menganggap Zionis Yahudi hanya membela diri dari serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
"Seraya memfitnah Hamas sebagai teroris, lalu membantai lebih dari 20 ribu warga Gaza dalam tiga bulan terakhir ini dengan dalih Zionis Yahudi tidaklah membantai rakyat tetapi tengah menumpas teroris Hamas. Lha, padahal kita tahu Hamas hanya ada di Gaza, tetapi mengapa kaum Muslim di Tepi Barat, Palestina juga dibantai? Dan kita juga tahu mayoritas yang dibantai itu adalah wanita dan anak-anak," ujarnya.
Ia menegaskan, justru Zionis Yahudi sesungguhnya yang secara sistematis puluhan tahun merampas dan menduduki tanah penduduk Palestina, membantai penduduknya yang melawan dii bawah perlindungan Inggris dan Amerika Serikat.
"Setiap Ramadhan dan Idul Fitri di tengah kekhusyukkan Muslim dunia beribadah puasa dan merayakan Lebaran, Zionis Yahudi mestilah menyerang orang yang tengah shalat Tarawih dan merayakan Lebaran. Namun, Amerika Serikat dan negara-negara Barat tidak pernah menyebut Zionis Yahudi sebagai teroris," ungkapnya.
Om Joy menilai, dengan banyaknya jurnalis yang jujur, yang memberitakan masalah apa adanya, maka warga dunia menjadi mengetahui fakta yang sebenarnya. Dengan begitu, meski rezim-rezim Amerika Serikat (AS) dan Eropa, dan media massa yang menjadi corongnya terus memproduksi hoaks, publik dunia pun tahu bahwa mereka tengah menebar hoaks.
"Karena tadi, masih banyak jurnalis yang jujur dan mengunggah temuannya di media massa yang mau memberitakan fakta apa adanya dan juga mengunggahnya di media sosial," kata Om Joy.
Namun, sekalipun media massa besar dunia memang dikuasai oleh pihak-pihak yang membenci Islam, Om Joy menilai, mereka juga saling membenci satu sama lain. Misalnya media massa Rusia yang membongkar kejahatan Zionis Yahudi, meski bukan karena membela Muslim Palestina dan Islam, melainkan demi mendapatkan dukungan dunia dan ingin menjadi pihak yang diperhitungkan Amerika Serikat, negara penyokong penuh Zionis Yahudi.
Selain itu, Om Joy mengungkap optimismenya meski ada pihak yang menginginkan kebenaran tak terungkap sebab banyak media daring dan akun-akun media sosial yang objektif dalam pemberitaan.
"Banyak media daring dan akun-akun media sosial yang memang dibuat oleh orang Islam, maupun pihak non-Muslim yang objektif dalam pemberitaan. Dan mereka jumlahnya terlalu banyak. Sehingga setiap dihapus oleh rezim-rezim negara setempat, media daring dan akun media sosial mereka bermunculan lagi dengan alamat yang baru. Begitu terus," pungkasnya.[] Saptaningtyas
0 Komentar