Judi Online Merusak Generasi dan Hanya Islam Solusi Hakiki
MutiaraUmat.com -- Judi online meracuni Indonesia, tidak hanya menyerang orang dewasa tapi juga pada kalangan pelajar.
Laporan BBC Indonesia menyebutkan PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online sebanyak 2,1 juta, yang di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar dengan penghasilan di bawah Rp100.000. Pelajar yang disebut adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA dan mahasiswa. (okezone.com, 28-11-2023).
Menurut Komisioner KPAI Sub Klaster Anak Korban Cybercrime, Kawiyan, kalangan ahli menyebut bahwa anak dibawah umur yang terpapar judi online cenderung tidak mau berhenti. Aktivitas fisik mereka juga biasanya menurun, boros dan tidak bisa hemat. Lebih jauh lagi, anak-anak yang terjerat judi online biasanya akan mengalami masalah psikologis seperti cemas, stres dan depresi. (cnbcindonesia.com, 21-9-2023).
Para pelajar saat ini adalah generasi penerus masa depan, namun dampak negatif dari judi adalah gangguan kesehatan fisik, gangguan kesehatan mental, gangguan pendidikan dan gangguan sosial. Lebih parah lagi judi akan menghancurkan negara dan bangsa karena generasi penerusnya telah rusak.
Anak terjerat judi online adalah masalah besar dan ada banyak faktor terkait hal tersebut, di antaranya:
Pertama, faktor pendidikan keluarga. Saat ini peran keluarga dalam mendidik anak sangat berat karena sistem pendidikan yang sekuler tidak membentuk akhlak mulia. Anak diberikan sarana dan fasilitas yang memudahkan akses internet tanpa dampingan orang tua sehingga penggunaan gawai tidak terkontrol. Jerat judi online membuat anak kecanduan dan berdampak buruk bagi perilaku anak misal boros uang, sensitif, emosi meledak-ledak, tidak punya semangat hidup, tidak fokus, kinerja belajar menurun, stres, depresi, berbuat kriminal, dan melakukan aksi bunuh diri.
Kedua, faktor lingkungan masyarakat. Sistem kapitalisme-sekulerisme membentuk masyarakat yang individualisme, rasa perduli rendah, tidak terbiasa mengingatkan dalam kebaikan dan mencegah keburukan.
Ketiga, faktor negara. Negara nampak masih kurang serius dalam memberantas judi online. Perangkat hukum yang digunakan belum memberikan efek jera bagi pelaku judi. Malah beberapa artis menjadi influencer judi online.
Inilah potret buruk sistem kehidupan kapitalis-sekuler, acuh terhadap halal-haram suatu perbuatan, hanya mengejar keuntungan materi dan menyisihkan aturan Islam dalam kehidupan.
Olah karena itu, mengatasi judi online tidak cukup menasihati dan ceramah. Butuh solusi mendasar dan komprehensif.
Pertama, menerapkan sistem pendidikan berakidah Islam. Harus ada peran orang tua mendidik anak menjadi saleh salihah. Anak harus paham bahwa dirinya adalah hamba Allah SWT, taat beribadah dan menjauhi maksiat.
Kedua, masyarakat berperan dalam kontrol perilaku anak dimana mereka terbiasa mengingatkan jika ada yang melakukan kemaksiatan dan segera mengajak untuk memperbaiki diri. Dengan begitu anak akan terjaga dari perilaku buruk dan menjadi anak yang taat.
Ketiga, negara mewujudkan sistem yang mendukung terbentuknya kesalehan generasi. Negara menutup akses judi online bagi seluruh masyarakat, melarang konten non-edukatif yang merusak ketaatan masyarakat. Negara juga membuat perangkat hukum yang berefek jera bagi pelaku kriminal dan kemaksiatan. Negara juga menjamin kebutuhan pokok masyarakat dengan kemudahan harga, mudah mencari nafkah dan mudah mengaksesnya. Sehingga tidak ada lagi rakyat yang terjerat judi karena alasan ekonomi. Inilah bukti negara amanah dalam menjalankan perannya.
Semua itu hanya dapat terwujud dalam sistem Islam. Aturan Islam diterapkan secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan akan menyejahterakan umat. Sehingga Islam rahmatan lil'alamin akan nyata dirasakan umat. []
Puput Weni R.
Aktivis Muslimah
0 Komentar